Hadapi Tekanan Ekonomi Global, Ekonom: Indonesia Cukup Jaga Perekonomian Domestik

JAKARTA - Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah mengatakan, pemerintah belum perlu melakukan usaha ekstra atau extra effort dengan menambah kebijakan terkait beratnya prospek perekonomian global.

Namun syaratnya, pemerintah mampu menjaga perekonomian dalam negeri.

"Bagaimana menjaga perekonomian domestik tidak terganggu, karena ekonomi domestik sedang mengalami pemulihan. Dan ditengah kondisi global, andalan kita adalah permintaan domestik. Karena itu pasar dalam negeri jangan sampai ada gangguan," kata Piter, Rabu, 23 November.

Pirer mengatakan, pernyataan Presiden Joko Widodo untuk berhati-hati dalam membuat kebijakan merupakan bagian dari peringatan.

"Tidak ada pejabat yang mengatakan kita akan alami resesi, kondisi yang suram. Namun ada kesamaan pandangan bahwa kita harus hati-hati. Kondisi global memang berat jadi kita harus hati- hati. Karena bagaimanapun kita bisa terdampak jika tidak mengambil keputusan yang benar," ujarnya.

Piter juga menilai aksi Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin menjadi 5,25 persen dianggap sebagai langkah yang tepat.

"Justru kenaikan suku bunga itu untuk meredam inflasi juga, tidak sekadar meredam pelemahan nilai tukar. Tetapi kenaikan suku bunga juga bisa meredam inflasi, karena artinya pengetatan demand, menurunkan demand, dalam rangka untuk mengurangi tekanan inflasi," tandas Piter.

Prospek ekonomi global diprediksi akan melambat dan mempengaruhi Indonesia. Hal itu telah berulang kali disampaikan oleh pejabat pemerintah. Tidak hanya Presiden Joko Widodo tetapi juga Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Kali ini, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo pun angkat bicara terkait kondisi ini.

Menurut Perry, dunia menghadapi risiko yang dapat memunculkan gejolak ekonomi, baik pada sisa tahun ini dan tahun depan. Kunci untuk menghadapi gejolak tersebut adalah sinergi dan koordinasi.

"Sinergi, sinergi, sinergi. Koordinasi, koordinasi, koordinasi. Koordinasi harus erat," ujar Perry.

Perlu Sinergi

Sementara itu, Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengungkapkan, hal terpenting dalam menghadapi gejolak ekonomi global adalah sinergitas antara kebijakan moneter dan fiskal.

"Sinergitas kebijakan moneter dan fiskal penting dilakukan, mengingat memang kondisi resesi global semakin mendekati kenyataan," ujar Nailul.

Menurut Nailul, instrumen kebijakan fiskal dan moneter juga patut difokuskan untuk menjaga inflasi pada titik keseimbangan.

"Keseimbangan inflasi menjadi penting di mana inflasi harus dijaga agar tidak terlampau tinggi dengan instrumen moneter dan fiskal," tambahnya.

Dari sisi moneter, Nailul mengatakan, kenaikan suku bunga acuan memang dinilai bisa mengendalikan inflasi, namun berdampak kepada perekonomian yang melambat.

Sedangkan dari sisi fiskal, instrumen stok barang harus dilakukan untuk mengendalikan harga komoditas dalam negeri.

Menurut Nailul, BI telah mengambil peran dengan menaikkan suku bunga, sehingga sekarang adalah tugas pemerintah untuk menjalankan kebijakan fiskal.

"Makanya memang Pak Perry menekankan sinergi karena BI udah naikin suku bunga acuan berkali-kali. Giliran pemerintah eksekutif dari sisi fiskalnya," ucapnya.