Ekonom: Industri Nikel dan Baterai Kendaraan Listrik Berorientasi Ekspor Bakal Berkontribusi Signifikan untuk Stabilitas Ekonomi Indonesia
JAKARTA - Chief Economist Citi Indonesia Helmi Arman menilai berkembangnya industri nikel dan baterai mobil listrik yang berorientasi ekspor akan memiliki kontribusi signifikan terhadap stabilitas ekonomi Indonesia.
“Masuknya investasi di sektor logam dasar dan baterai mobil listrik berpotensi memperbaiki struktur neraca perdagangan hingga menaikkan peringkat utang Indonesia walaupun dalam hal menjaga stabilitas nilai tukar, diferensial suku bunga kebijakan tetap harus diperhatikan,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis 3 November.
Helmi menyampaikan berdasarkan studi Citi Research yang berjudul “Indonesia’s EV battery venture: Harnessing the economy’s growth potential” yang diterbitkan September lalu, Indonesia tengah memperkuat posisi dalam rantai pasokan global untuk logam dasar dan baterai mobil listrik. Hal tersebut akan memperkuat fondasi pertumbuhan ekonomi Indonesia, sehingga perlu mendapat perhatian investor.
“Sangat menarik bahwa keseimbangan di pasar valas sejak akhir 2020 hingga sekarang relatif terjaga, walaupun terdapat tekanan besar akibat penarikan dana asing keluar dari pasar obligasi Indonesia pasca penarikan stimulus moneter dan kenaikan suku bunga di Amerika,” tambahnya.
Membaiknya struktur pasar valas selama dua tahun ini, lanjutnya, memang disumbang oleh tingginya harga komoditas ekspor lainnya seperti batu bara dan sawit. Namun peranan ekspor logam dasar juga signifikan dan akan terus meningkat.
Dalam studi Citi Indonesia, dikatakan bahwa dalam tiga tahun ke depan, kontribusi ekspor logam dasar dan baterai mobil listrik terhadap neraca perdagangan Indonesia diperkirakan dapat mencapai hingga 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
“Apabila ketergantungan pasar valas terhadap pasokan dari aliran dana asing ke pasar modal dapat diturunkan, seiring dengan membesarnya pasokan valas hasil ekspor, maka peringkat utang Indonesia berpeluang meningkat dari BBB menjadi BBB+,” ucapnya.
Helmi pun optimistis Indonesia akan masih bisa bersinar dengan berkembangnya sumber-sumber ekspor baru, di saat banyak negara lainnya menghadapi prospek penurunan ekspor dan pertumbuhan ekonomi yang struktural.
Baca juga:
- Indonesia Menganut Ekonomi Terbuka, Erick Thohir: Jangan Sampai Jadi Konsumen Konten Asing
- TKDN 40 Persen, Produsen Ponsel China Xiaomi Disanjung Menperin RI: Lewati Target 35 Persen
- Lakukan Percepatan Inisiatif Strategis, Telkom Catat Laba Bersih Operasi Rp19,42 Triliun
- Laba Bersih Indosat Capai Rp3,7 Triliun, Turun 34,6 Persen
“Ke depannya, tren pemakaian kendaraan listrik berbasis baterai diprediksi akan terus meningkat, mengingat semakin banyak negara yang mengoptimalkan penggunaan energi bersih dengan menurunkan ketergantungan pada bahan bakar minyak,” sebut dia.
Adapun Indonesia telah dikenal sebagai produsen nikel terbesar dunia dengan memiliki 23,7 persen porsi cadangan bijih nikel dari seluruh cadangan dunia, sehingga mampu memproduksi bijih nikel dalam jumlah besar secara berkelanjutan.
Selain itu, Indonesia juga memiliki cadangan kobalt yang besar yang merupakan salah satu bahan utama yang diperlukan untuk membuat baterai. Cadangan nikel dan kobalt yang besar akan mempengaruhi produksi baterai dikarenakan komponen kobalt dan nikel mencakup sekitar 90 persen dari total komponen baterai.