BPOM: Pelarut Obat Sirop Kelas Industri Dijual Lebih Murah
SERANG - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito menyebut harga zat pelarut obat industrial grade atau kelas industri dijual lebih murah di pasaran sebab tidak melalui purifikasi tingkat tinggi.
"Karena memang akan ada perbedaan harga yang mencolok sekali, antara yang pharmaceutical grade dengan yang industrial grade," kata Penny K Lukito dalam konferensi pers di Serang, Banten dikutip ANTARA, Senin, 31 Oktober.
Menurut Penny, sistem jaminan keamanan dan mutu obat memiliki ruang lingkup yang sangat luas mulai dari pemenuhan bahan baku, sampai penggunaan konsumsi di fasilitas pelayanan kesehatan.
Salah satu aktor dalam ekosistem tersebut adalah produsen selaku industri farmasi. Mereka berkewajiban mengantongi sertifikat cara pembuatan obat yang baik, kata Penny menambahkan.
Dalam sertifikat tersebut, kata Penny, terdapat sejumlah ketentuan, salah satunya harus menggunakan bahan baku yang memenuhi standar baku mutu untuk menjadi pharmaceutical grade.
"Misalnya pada standar bahan baku pelarut obat sirop, dibolehkan ada kandungan Propilen Glikol (PG) maksimal 0,1 mg/ml," katanya.
Setiap produsen yang mendatangkan bahan baku tambahan tersebut, kata Penny, wajib memvalidasi dan melakukan pengujian secara mandiri untuk memperoleh ketentuan tersebut.
"Bahkan sebelumnya, mereka harus datang sendiri ke pemasoknya, apakah mereka memiliki sertifikat cara distribusi obat yang baik, memenuhi ketentuan pharmaceutical grade," katanya.
Menurut Penny, produsen memiliki kewajiban melakukan pengujian kualitas bahan baku untuk memastikan tidak ada bahan cemaran yang mengancam keselamatan pasien.
"Industrial grade bisa saja digunakan sebagai bahan pelarut cat dan lainnya, mungkin lebih murah karena tidak harus melalui sistem purifikasi yang tingkatnya tinggi," katanya.
Salah satu kesalahan dalam pemanfaatan bahan baku Propilen Glikol (PG) sebagai pelarut obat sirop, kata Penny, terbukti pada sejumlah produk yang diproduksi tiga perusahaan farmasi swasta di Indonesia.
Yakni, produk Flurin DMP produksi PT Yarindo Farmatama, produk Unibebi untuk demam dan batuk produksi PT Universal Pharmaceutical Industries, dan Paracetamol produksi PT Afi Pharma.
Baca juga:
Produk tersebut terbukti melalui uji klinis mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang diduga terkait dengan kasus gangguan ginjal akut di Indonesia.
Jika produsen memutuskan untuk mengganti distributor atau formula obat, kata Penny, harus dilaporkan ke BPOM untuk diverifikasi sebelum diberikan izin baru.
"Perubahan variasi minor dari produksi obat harus ada izin baru lagi. Itu tidak dilakukan mereka," katanya.
Dugaan pemanfaatan bahan baku pelarut obat berharga murah yang dikaitkan dengan kasus gangguan ginjal akut di Indonesia, hingga saat ini masih dalam penyelidikan Bareskrim Polri.