Perantara Penerima Suap Dana PEN Dituntut 6 Tahun Penjara
JAKARTA - Mantan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna Sukarman Loke dituntut 6 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 5 bulan kurungan dan kewajiban membayar uang pengganti Rp1,73 miliar.
Sukarman dinilai terbukti menjadi perantara penerima suap untuk mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto.
"Menyatakan terdakwa Sukarman Loke secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan pertama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 6 tahun dikurangi selama menjalani penahanan dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider 5 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Asril di Pengadilan Tindak Poidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dilansir ANTARA, Rabu, 26 Oktober.
Sukarman Loke dinilai terbukti melakukan perbuatan sesuai dengan dakwaan pertama dari pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidaan Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
"Hal yang memberatkan terdakwa tidak mendukung program pemerintah untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme, terdakwa berbelit-belit di persidangan, terdakwa merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga nasional. Hal yang meringankan terdakwa punya tanggungan keluarga, bersikap sopan dan belum pernah dihukum," tambah jaksa.
JPU KPK juga meminta majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman pidana tambahan berupa uang pengganti kepada Sukarman Loke.
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Sukarman Loke berupa membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp1,730 miliar dikurangi dengan uang yang telah disetor terdakwa seluruhnya sebesar Rp550 juta sehingga terdakwa masih harus membayar Rp1,180 miliar," sambung jaksa.
Jika Sukarman Loke tidak membayar uang pengganti dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Jika harta benda terdakwa tidak mencukupi, maka dipidana dengan pidana penjara selama 1 tahun," ungkap jaksa.
Tujuan penerimaan suap itu adalah agar M Ardian Noervianto selaku Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri memberikan pertimbangan atas permohonan pinjaman PEN Daerah dan menyampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lama tiga hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat permohonan.
Bupati Kolaka Timur non-aktif Andi Merya pada Maret 2021 diketahui ingin mengajukan dana tambahan pembangunan infrastruktur dan menyampaikan hal itu kepada LM Rusdianto Emba. Rusdianto lalu menyampaikannya ke Sukarman Loke yang lalu mengusulkan agar kabupaten Kolaka Timur mengajukan dana pinjaman PEN. Sukarman Loke adalah Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna.
Pada April 2021, Andi Merya lalu memberikan uang Rp50 juta kepada Sukarman Loke sebagai uang operasional untuk mengurus pengajuan pinjaman dana PEN Kolaka Timur. Sukarman Loke juga menerima Rp205 juta dari LM Rusdianto Emba pada 21 April 2021.
Andi Merya pada 12 April 2021 lalu mengajukan pinjaman senilai Rp350 miliar yang ditujukan ke menteri keuangan.
Andi Merya kemudian bertemu dengan Ardian Noervianto pada 4 Mei 2021 bersama dengan Laode M Syukur dan Sukarman Loke di kantor Ardian di Kemendagri. Andi Merya pun menyampaikan pengajuan pinjaman sebesar Rp350 miliar namun Ardian hanya menyanggupi Rp300 miliar.
M Ardian Noervianto lalu menyampaikan ke Laode M Syukur "Bro ikuti saja seperti Muna (kabupaten Muna) yang sudah pernah dapat itu", jawaban tersebut kemudian diteruskan kepada Andi Merya. Pada 10 Juni 2021, M Ardian pun meminta fee sebesar 1 persen.
Selanjutnya Andi Merya meminta suaminya Mujeri Dachri Muchlis mentransfer uang seluruhnya Rp2 miliar secara bertahap yaitu 11 Juni 2021 sebesar Rp500 juta dan 16 Juni 2021 sebesar Rp1,5 miliar melalui rekening Bank Mandiri milik LM Roesdianto Emba.
Setelah Andi Merya meyakini Kolaka Timur masuk dalam urutan ke-17 penerima pinjaman PEN, Andi Merya masih memberikan uang Rp1 miliar ke Sukarman Loke untuk pengurusan dana PEN pada 16 Juni 2021 di rumah LM Rusdianto Emba.
Baca juga:
Pada 18 Juni 2021, Laode M Syukur menukar uang sebesar Rp1,5 miliar menjadi 131 ribu dolar Singapura dan diserahkan ke ajudan M Ardian bernama Ochtavian Runia Pelealu pada 20 Juni 2021. Ochtavian lalu memberikan uang itu ke M Ardian dan melaporkan penyerahan uang ke Laode M Syukur pada hari yang sama.
Selain itu M Ardian juga menghubungi Laode M Syukur melalui video call whatsapp dan mengatakan "Bro sudah saya terima dari Octa" sambil menunjukkan jempol tangannya.
Artinya M Ardian menerima Rp1,5 miliar dalam bentuk 131 ribu dolar Singapura dari Andi Merya; Sukarman Loke menerima uang sebesar Rp1,55 miliar dari Andi Merya dan Rp205 juta dari LM Rusdianto Emba; dan Laode M Syukur Akbar menerima Rp150 juta dari LM RUsdianto Emba dan sebesar Rp25 juta dari Sukarman Loke.
Ardian lalu memberikan prioritas pengajuan pinjaman PEN untuk kabupaten Kolaka Timur sehingga dapat pinjaman dana PEN sebesar Rp151 miliar. Namun dana PEN tersebut tidak sempat cair karena Andi Merya lebih dulu diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK pada 21 September 2021 terkait penerimaan suap dana bencana alam yang dikelola BPBD Kolaka Timur.
Sukarman Loke akan mengajukan nota pembelaan pada 7 November 2022.
Terkait perkara ini, Ardian divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar 131 ribu dolar Singapura (Rp1,5 miliar) subsider satu tahun penjara sedangkan Laode M Syukur divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan.