Produk Pertanian Seperti Bawang dan Telur Dilarang Masuk Pos Batas Negara Indonesia-Malaysia, Ini Aturannya

JAKARTA - Pos Lintas Batas Negara (PLBN) kerap menyita barang warga negara Indonesia (WNI) maupun warga Malaysia demi menegakkan aturan kekarantinaan.

Akibatnya petugas karantina pertanian di perbatasan beberapa kali dituduh merampas ketika menyita buah tangan milik pelintas batas negara.

Memang bagaimana kondisi di PLBN terkait penyitaan itu?

Penyitaan barang bawaan pelintas batas dari Malaysia ke Indonesia, begitu pula sebaliknya, hampir setiap hari terjadi. Khususnya di PLBN Terpadu Aruk, Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Kalbar).

Pos lintas batas itu berbatasan darat dengan Pos Imigrasi Biawak, Lundu, Sarawak, Malaysia.

Kegiatan sita-menyita di PLBN Aruk tak jarang menimbulkan kekesalan di kalangan pelintas batas. Mereka menuduh petugas karantina menjebak atau merampas barang milik mereka.

Kejadian seperti itu sering dialami petugas Badan Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan di PLBN Aruk.

Pelintas batas tak percaya ada aturan melarang masuknya barang-barang dari luar Indonesia. Walaupun bawaan pelancong itu jumlahnya tak banyak, misalnya jenis tumbuhan atau umbi-umbian, seperti bawang putih, bawang merah, kentang, dan jahe.

Pasalnya pelintas batas membawa produk hasil pertanian itu tanpa disertai dengan persyaratan karantina, seperti dokumen sertifikat kesehatan dari Malaysia. Jika dokumen dimaksud tidak dapat dipenuhi, otomatis barang tersebut tak bisa masuk ke Indonesia.

"Selain itu, harus disertai sertifikat kesehatan tanaman, yakni Phytosenitary Certificate. Dokumen dikeluarkan pihak pengirim dalam hal ini dari Malaysia," kata Analis Perkarantinaan Tumbuhan, Rachmad, di Kantor Karantina Pertanian Kelas I Entikong wilayah kerja PLBN Aruk, dikutip dari Antara, Kamis 20 Oktober.

Kompleks Imigresen (CIQ) atau Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Tebedu Malaysia yang berbatasan dengan Kalimantan Barat. (dok Kemlu)

Dia menambahkan, umbi-umbian, seperti bawang atau jahe juga tidak dapat masuk melalui PLBN Aruk. Hal itu disebabkan produk pertanian hanya dapat masuk melalui tempat yang sudah ditentukan pemerintah.

Pemerintah memang telah menetapkan tempat-tempat khusus yang dapat dimasuki umbi-umbian dari luar daerah atau negara.

Adapun tempat itu terdapat di Pelabuhan Laut Tanjung Perak, Surabaya; Pelabuhan Laut Belawan, Medan; Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta; dan Pelabuhan Laut Soekarno-Hatta, Makassar.

Produk Hewan Melintas Pos Batas Negara

Di PLBN Aruk, juga ada penyitaan produk hewan, baik segar maupun olahan dalam kaleng. Larangan ini disebut-sebut untuk mengantisipasi masuknya wabah African Swine Fever (ASF) dan penyakit mulut dan kuku (PMK).

Larangan juga termasuk penyitaan terhadap telur ayam, yang jumlahnya bisa mencapai ratusan butir. Namu terkait telur ayam belum ada penjelasan terkait alasannya kenapa.

Aturan

Undang-undang No. 21 tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan menjelaskan tentang tanggung jawab dan kewenangan pejabat karantina.

Menurut undang-undang, karantina adalah sistem pencegahan masuk, keluar, dan tersebarnya hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, dan organisme pengganggu tumbuhan karantina, serta pengawasan dan/atau pengendalian terhadap keamanan pangan dan mutu pangan, keamanan pakan dan mutu pakan, produk rekayasa genetik, sumber daya genetik, agensia hayati, jenis asing invasif, tumbuhan dan satwa liar, serta tumbuhan dan satwa langka yang dimasukkan ke dalam, tersebarnya dari suatu area ke area lain, dan/atau dikeluarkan dari wilayah Indonesia.

Tindakan karantina meliputi setiap orang yang memasukkan media pembawa ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib memenuhi beberapa hal.

Pertama, melengkapi sertifikat kesehatan dari negara asal bagi hewan, produk hewan, ikan, produk ikan, tumbuhan, dan/atau produk tumbuhan. Kedua, memasukkan media pembawa melalui tempat pemasukan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Ketiga, melaporkan dan menyerahkan media pembawa kepada pejabat karantina di tempat pemasukan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, untuk keperluan tindakan karantina dan pengawasan dan/atau pengendalian.