Hukum Adat Dianggap Tak Tepat untuk Kasus Lukas Enembe

JAKARTA  - Ketua Forum Badan Musyawarah Tanah Papua Frans Ansanai mengatakan tidak tepat apabila kasus dugaan korupsi APBD dan gratifikasi sebesar Rp1 miliar yang melibatkan Gubernur Papua Lukas Enembe diselesaikan menggunakan hukum adat.

"Saya tidak menepatkan hukum adat di Papua untuk merekomendasikan seseorang untuk diproses dalam konteks tindak pidana korupsi," kata Frans dalam diskusi yang digelar Moya Institute, yang bertajuk "Drama Lukas Enembe: KPK Diuji", dilansir ANTARA, Jumat, 21 Oktober.

Jika seseorang yang melakukan pelanggaran yang kemudian didapati dan diduga tidak mengakui perbuatannya dan menutupi, tutur Frans, maka ada kutukan-kutukan adat yang bisa menjadi dampak bagi orang yang membela diri menyembunyikan perbuatan tersebut

"Tidaklah benar jika ini ditarik menjadi proses dalam hukum adat di Papua," kata Frans menegaskan.

Frans meminta Lukas menjalani tahapan hukum apa pun dengan baik. Jika tidak, pemerintah bisa mengambil langkah tegas terhadap yang bersangkutan dalam kapasitasnya sebagai gubernur.

Sementara itu, pengamat politik dan isu strategis Prof. Imron Cotan menilai, pemerintah harus diakui telah menunjukkan itikad baik untuk memajukan Tanah Papua. Hal tersebut terbukti antara lain melalui terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) No. 08/2020, yang dirancang untuk percepat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Papua melibatkan seluruh kementerian dan lembaga terkait.

“Realisasi iktikad baik tersebut, juga termasuk peningkatan besaran dana otonomi khusus (otsus) bagi Papua dari dua persen Dana Alokasi Umum nasional, menjadi 2,25 persen. Sudah selayaknya good will pemerintah tersebut diimbangi secara setara oleh para pemangku kepentingan di Tanah Papua," ujar Imron.

Direktur Eksekutf Moya Institute Hery Sucipto menuturkan, kebijakan positif pemerintah membangun Papua telah dirusak oleh pemimpin daerahnya.

Karena itu, menurut Hery, Lukas Enembe bagaimana pun harus bertanggung jawab secara hukum terhadap dugaan pelanggaran hukum yang dilakukannya.

KPK menetapkan Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai tersangka pada tanggal 5 September 2022 yang lalu atas dugaan kasus gratifikasi dan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Papua sebesar Rp1 miliar.