MPR Usul Pilkada Lewat DPRD, Komisi II DPR: Perintah UU Tetap Dipilih Langsung oleh Rakyat

JAKARTA - Komisi II DPR merespons usulan MPR terkait pemilihan kepala daerah atau pilkada lewat DPRD. Wacana pengkajian itu kembali mencuat dalam pertemuan pimpinan MPR dan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).

Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang, menegaskan hingga saat ini pelaksanaan pilkada tetap dipilih langsung oleh rakyat sesuai perintah undang-undang (UU). 

"Perintah Undang-Undang tetap dipilih langsung oleh rakyat," ujar Junimart, Selasa, 11 Oktober. 

Legislator PDIP itu menilai perlu dilakukan kajian mendalam terhadap wacana tersebut. Namun, kata Junimart, sampai saat ini pun Komisi II DPR belum membicarakan soal wacana pilkada lewat DPRD.

"Perlu dilakukan kajian akademik yang detail. (Tapi) Sampai saat ini tidak ada pembicaraan itu secara serius di Komisi II," ungkap Junimart.

Menurut Junimart, wacana pilkada lewat DPRD tidak menjadi jaminan untuk menghindari politik transaksional atau upaya praktik korupsi. Bukan masalah setuju tidak setuju, namun kata dia semua harus taat asas dan berpegang pada aturan yang belum diubah.

"Itu relatif dan tidak menjadi jaminan untuk tidak transaksional. Semua kembali kepada politik demokrasi yang bersih," kata Junimart.

Sebelumnya, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menilai perlu adanya kajian dan evaluasi terkait pilkada, baik pemilihan bupati, wali kota, hingga gubernur. Hal itu muncul saat MPR menggelar pertemuan dengan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin, 10 Oktober.

Wakil Ketua MPR Yandri Susanto, mengatakan pemilihan kepada daerah (Pilkada) oleh DPR dan DPRD perlu dikaji kembali lantaran ada sistem demokrasi saat ini yang membuat biaya politik menjadi tinggi dan berdampak pada lahirnya tindakan korupsi.

"Disertasi Pak Gamawan (Fauzi, mantan menteri Dalam Negeri) tentang perlunya kembali ke sistem pemilihan (oleh) DPRD kabupaten/kota dan provinsi. Jadi menurut kami ini yang perlu dikaji, jangan sampai membuat UUD berdasarkan kepentingan, itu tidak boleh," ujar Yandri, Senin, 10 Oktober. 

Wakil Ketua Umum PAN itu mengungkapkan, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah mengusulkan pilkada dipilih oleh DPR atau DPRD. Saat itu, Yandri merupakan bagian dari panitia kerja (Panja) revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan WaliKota.

"Tapi Pak SBY pulang dari luar negeri kan mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2014, dari Perppu itu lahirlah tetap pemilu langsung, pilkada langsung. Lahirlah Undang Undang Nomor 10 tahun 2016," kata Yandri. 

Sementara, Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengaku sepakat jika sistem demokrasi hari ini perlu dikaji manfaat dan mudaratnya. Dia juga menyoroti kaitan antara demokrasi dengan korupsi yang marak terjadi saat ini. 

Menurutnya, lima periode Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga tak bisa mengatasinya jika evaluasi tak dilakukan. Karenanya, kata Bamsoet, MPR terus melakukan kajian terkait persoalan bangsa yang perlu dievaluasi, termasuk mekanisme dari pemilihan umum (pemilu).

"Jadi kita persilakan nanti DPR untuk mengkajinya kembali. Apakah sistem pemilu yang hari ini kita jalankan, lebih banyak manfaatnya atau justru lebih banyak mudaratnya," kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu.