Pak Jokowi, RI Bukan ’Pasien IMF’ Tapi Terima Rp90 Triliun Waktu Genting Delta Kemarin

JAKARTA -Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku bahwa dirinya menerima laporan dari Washington DC, Amerika Serikat jika sejumlah negara tengah berharap suntikan dana segar dari International Monetary Fund (IMF) untuk mengatasi masalah domestik mereka.

Tidak tanggung-tanggung, Kepala Negara mengungkapkan jika jumlah negara tersebut mencapai puluhan. Ditengarai, laporan itu diterima oleh Presiden dari Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang saat ini diketahui tengah berada di AS guna mengikuti pertemuan Special Event Toward G20 Summit.

“Tadi pagi saya dapat informasi dari pertemuan di Washington DC, ada 28 negara yang sudah mengantri di markasnya IMF untuk menjadi pasien,” kata Presiden pada Selasa, 11 Oktober.

Meski Presiden Jokowi tidak menyebutkan secara pasti apakah Indonesia masuk ke dalam negara yang dimaksud, namun kecil kemungkinan RI ada di daftar tersebut. Pasalnya, struktur keuangan negara yang tercermin pada APBN tergolong cukup kuat.

Hal itu didasarkan pada kinerja fiskal yang terus menunjukan hasil positif. Mengutip data yang dilansir oleh Kementerian Keuangan diketahui bahwa APBN 2022 masih membukukan surplus sebesar Rp107,4 triliun hingga Agustus kemarin.

Catatan tersebut memperpanjang rekor surplus di sepanjang tahun ini yang belum pernah putus sejak Januari 2022. Malahan, data terakhir itu masih lebih besar ketimbang Juli yang disebut surplus Rp106,1 triliun.

Meski sekarang jauh dari potensi ketergantungan pada IMF, namun RI sempat menerima tawaran softloan yang disodorkan oleh lembaga moneter internasional tersebut pada tahun lalu.

Dalam catatan VOI, Bank Indonesia pada awal September 2021 sempat merilis informasi jika terjadi lonjakan cadangan devisa menjadi 144,8 miliar dolar AS di Agustus 2021 dari sebelumnya 137,3 miliar dolar AS pada Juli 2021.

Terungkap bahwa lonjakan 7,5 miliar dolar AS dalam sebulan utamanya disokong oleh gelontoran dana IMF sebesar 6,31 miliar dolar AS atau setara Rp90,2 triliun melalui skema Special Drawing Rights (SDR).

Kepala Departemen Internasional BI Doddy Zulverdi menyebut dana ini bukanlah utang melainkan fasilitas keuangan yang ditujukan bagi negara-negara yang menjadi anggota IMF.

“Ini bukan utang karena tidak ada keharusan untuk mengembalikan dalam jangka waktu tertentu,” tuturnya 8 September 2021.

Doddy mengungkapkan, sokongan tersebut dimaksudkan untuk memberi bantalan kepada negara anggota untuk memperkuat cadangan devisa dalam menghadapi pandemi COVID-19. Doddy juga membantah bahwa kucuran dana yang diterima Indonesia adalah inisiatif dari pemerintah maupun bank sentral.

“Posisi cadangan devisa Indonesia kita masih dalam kondisi yang aman dan berada dalam tren peningkatan nilai pada sepanjang tahun ini,” tegasnya.

Asal tahu saja, pada periode tersebut Indonesia tengah berada dalam tekanan hebat akibat merebaknya varian delta COVID-19 yang mempengaruhi berbagai aspek, baik itu kesehatan, ekonomi maupun sosial.

Terpisah, Pengamat Ekonomi Center of Reform on Economics (​CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyatakan bahwa bantuan keuangan yang diterima dari IMF melalui skema SDR kali ini bukan merupakan sebuah utang.

“Iya, saya kira jika berbicara SDR dan juga IMF, masyarakat Indonesia apalagi yang mengamati dan merasakan krisis dari 1997-1998 pasti langsung memikirkan tentang pinjaman atau utang yang diberikan ke Indonesia. Hanya saja, saya kira kondisinya kali ini agak berbeda dengan saat itu,” ujar dia kepada VOI kala itu.

Menurut Rendy, fasilitas Special Drawing Rights yang diberikan bukan karena permintaan dari pemerintah Indonesia tapi murni inisiatif dari IMF sendiri.

“Sebelum SDR diberikan pun sebenarnya jika kita melihat posisi cadangan devisa di dalam negeri masih relatif cukup yang ditandai dengan kemampuan di atas standar internasional minimal mencapai 3 bulan pembiayaan,” kata Rendy.

Dalam penelusuran redaksi di laman resmi Bank Indonesia, terungkap RI memiliki kewajiban pembayaran utang luar negeri kepada IMF sebesar 8,47 miliar dolar AS per Juli 2022.

Nilai tersebut menyusut sekitar 103 juta dolar AS dari periode Juni 2022 yang sebesar 8,57 miliar dolar AS.

Dari risalah itu tersingkap pula jika IMF adalah organisasi internasional terbesar ketiga yang memberikan utang kepada Indonesia. Dua tempat teratas diduduki oleh Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (International Bank for Reconstruction and Development/IBRD) sebesar 18,92 miliar dolar AS dan Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) sebesar 10,37 miliar dolar AS per Juli 2022.