Yogyakarta Gandeng Peradi Tangani Kasus Hukum KDRT
YOGYAKARTA - Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan KB Kota Yogyakarta menggandeng Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Yogyakarta untuk memberikan pendampingan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang kasusnya diproses hingga ke ranah hukum.
“Pengacara yang tergabung dalam asosiasi tersebut bertindak sebagai konselor. Penunjukan dilakukan langsung dari perhimpunan,” kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan KB Kota Yogyakarta Edy Muhammad dilansir ANTARA, Jumat, 30 September.
Menurut dia, pendampingan diberikan secara gratis kepada korban kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang merupakan warga Kota Yogyakarta.
“Batasan pendampingan secara gratis tersebut memang didasarkan pada status kependudukan. Asalkan korban adalah warga Kota Yogyakarta, maka bisa mengakses bantuan tersebut secara gratis,” katanya.
Edy mengatakan kerja sama dengan Peradi tersebut memiliki peran penting dalam penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga, baik yang dibawa hingga ke ranah hukum maupun diselesaikan dengan cara musyawarah.
“Pendampingan diberikan untuk memberikan pemahaman dan wawasan kepada korban mengenai sudut pandang hukum terhadap kasus yang dialami,” katanya.
Jika korban tidak ingin membawa kasus tersebut ke ranah hukum, katanya, maka hal itu menjadi hak korban namun setidaknya korban sudah memahami aspek hukum atas kasus yang mereka alami.
Baca juga:
Edy menyebutkan sinergi penanganan kasus KDRT di Yogyakarta semakin baik dengan adanya keterlibatan dari berbagai pihak.
“Aduan kasus KDRT yang masuk ke kepolisian, polsek, banyak yang dilimpahkan ke UPT Perlindungan Perempuan dan Anak untuk asesmen dari psikolog,” katanya.
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Gender dan Anak (SIGA), total kasus KDRT di Kota Yogyakarta hingga Agustus tercatat sebanyak 156 kasus dengan 24 di antaranya diajukan ke persidangan.
Edy berharap dengan kerja sama tersebut, maka penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan, anak, dan penyandang disabilitas yang diproses hingga ke ranah hukum dapat diselesaikan secara tuntas dan komprehensif.