Ekonomi Dunia Bakal Hadapi Perfect Storm, Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Momentum untuk Tarik Investasi
JAKARTA - Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri menilai Indonesia harus bisa memanfaatkan momentum perekonomian global yang sedang tidak baik-baik saja saat ini. Apalagi, ekonomi dunia diprediksi menghadapai perfect storm akibat resesi global serta krisis pangan dan energi.
"Memanfaatkan momentum. Sayangnya selama ini, kita suka telat memanfaatkan momentum," ujar Yose di Jakarta, Rabu, 28 September.
Kata Yose, momentum tersebut harus dimanfaatkan Indonesia. Khususnya dalam menarik investasi masuk ke dalam negeri. Untuk itu, Indonesia harus menjaga iklim investasi dan usaha tetap kondusif di tengah ketidakpastian global.
"Harus konsisten melakukan perbaikan iklim usaha dan iklim investasi, sehingga Indonesia punya daya tarik, daya saing lebih di antara negara-negara yang saat ini sedang bermasalah," tuturnya.
Yose menggariskan beberapa hal yang dapat dilakukan agar Indonesia bisa bertahan sekaligus memanfaatkan momentum ketidakstabilan global. Menurutnya, pemerintah perlu mempunyai instrumen kebijakan makro yang adaptif.
Contohnya, ketika suku bunga diperlukan naik, maka bank sentral dan pemerintah juga harus langsung merespons cepat. Begitu juga ketika suku bunga diperlukan turun untuk menjaga pertumbuhan, bank Sentral dan pemerintah juga harus cepat melakukannya.
"Pertama, tentunya mempunyai kebijakan ekonomi makro, moneter, dan fiskal yang cukup bisa adaptif," ungkapnya.
Selanjutnya, kata Yose, pemerintah juga harus bisa menjaga kepercayaan masyarakat. Hal itu penting dilakukan agar konsumsi domestik terjaga dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurut dia, perekonomian Indonesia lebih banyak tergantung dari konsumsi domestik yang mencapai 55 persen dari perekonomian.
Hal itu pula yang membuat Indonesia relatif mampu bertahan dari gonjang-ganjing perekonomian dunia. "Pemerintah harus menjaga kepercayaan masyarakat yang sekarang ini cukup tinggi, sehingga konsumsi domestik masih bisa cukup mendorong perekonomian," tegasnya.
Baca juga:
- Amit-Amit Jangan Sampai! Pemerintah Sebut Harus Ada yang Dikorbankan jika Terjadi Stagflasi
- Menko Airlangga: Pertumbuhan Ekonomi RI 5,44 Persen, Lebih Baik dari Banyak Negara Lainnya
- Menko Airlangga Nilai B20-G20 Bakal Tingkatkan Strategi Integritas dan Kepatuhan Dunia Bisnis
- Menko Airlangga Minta Petinggi Perbankan Wajibkan Karyawan Ikut Vaksin Booster
Tak hanya itu, Yose menegaskan pemerintah juga harus melanjutkan reformasi struktural untuk membuat iklim usaha dan investasi Indonesia semakin menarik.
"Yang paling penting melanjutkan reformasi struktural, terutama perbaikan kebijakan-kebijakan kita. Yang sudah dilakukan adalah dengan omnibus cipta kerja kemarin," ucapnya.
Menurut Yose, investasi global tengah turun, sehingga semakin menjadi rebutan banyak negara. Ketika Indonesia mampu membuktikan sebagai tujuan investasi yang layak dan menarik, maka Indonesia akan mendapat keuntungan dari badai krisis global.
"Investasi global sedang turun, jadi rebutannya semakin banyak, tetapi kalau kita lebih stabil dari sisi ekonomi makro, inflasi terjaga, dunia usaha kita menarik. Kita bisa juga menjadi lebih baik dari negara tersebut," ucapnya.
Kebijakan Mitigasi
Sementara itu, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Teguh Dartanto menyatakan bahwa masyarakat Indonesia disebut telah berpengalaman melewati berbagai krisis. Ia menilai kebiasaan masyarakat Indonesia dapat secara natural membangun jaring pengaman sosial di masyarakat.
"Masyarakat kita memiliki pengalaman panjang dan pernah melewati berbagai krisis ekonomi khususnya 1998, krisis COVID-19, sehingga pengalaman ini mendorong masyarakat dapat memiliki mitigasi yang cukup baik dengan berbagai gejolak yang ada," katanya.
Lebih lanjut, Teguh mengatakan masyarakat Indonesia juga memiliki modal sosial. Seperti misalnya pengajian, kegiatan masyarakat, kegiatan keagamaan, kegiatan olahraga, arisan sehingga mereka bisa saling membantu satu dengan lainnya.
"Dengan kata lain modal sosial mendorong terbentuknya jaring pengaman sosial di level masyarakat," ucapnya.
Selain itu, kata Teguh, perekonomian Indonesia sebagian besar didominasi perekonomian yang bersifat informal yang tidak tercatat. Sehingga kita tidak tahu pasti potensinya serta banyak yang bersifat subsisten, sehingga sektor-sektor inilah tumpungan masyarakat di saat kondisi krisis.
Selain kekuatan masyarakatnya, pemerintah juga telah melakukan extra effort untuk menjaga inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Tantangan global sekarang ini disebut-sebut akan mendatangkan perfect storm. Extra effort yang dilakukan pemerintah sendiri diapresiasi oleh Teguh. Namun, ada catatan untuk kian memperkuat perekonomian dalam negeri.
"Dalam kontek perfect storm kondisi global, selain pemerintah bekerja keras untuk pengendalian inflasi, pemerintah harus memperkuat perekonomian domestik. Indonesia memiliki pasar yang cukup besar sehingga optimalisasi peran ekonomi domestik bisa menyerap dampak negatif dari gejolak perekonomian global," jelas Teguh.
Perananan pemerintah daerah dan pemerintah desa harus lebih dioptimalkan dalam mendorong perekonomian daerah. Dana desa merupakan instrumen yang cukup efektif untuk mendorong aktivitas perekonomian lokal. "Dana desa tahun depan bisa ditambah besarannya sehingga perekonomian desa dan daerah terus menggeliat," saran Teguh.
Tentang krisis global, gejolak harga energi, harga pangan dan juga penurunan permintaan barang ekspor Indonesia tentu akan tertransmisi ke perekonomian domestik. Namun, kata Teguh, tidak akan terlalu dalam.
"Dampaknya tidak serta merta karena Indonesia selalu lag behind karena rendahnya integrasi perekonomian Indonesia dalam global value chain (GVC). Rendahnya Indonesia dalam GVC bisa membuat perekonomian Indonesia relatif resilien dari berbagai guncangan," pungkas Teguh.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan perekonomian global tengah dihadapkan pada tantangan yang disebut dengan the perfect storm atau 5C yaitu COVID-19, konflik Rusia-Ukraina, climate change, commodity prices, dan cost of living.
Arilangga mengatakan salah satu sektor kunci dalam menghadapi terpaan krisis global adalah industri pangan. Sebab, ketersediaan pangan yang dapat dijangkau berbagai pihak dinilai mampu menjaga stabilitas ekonomi nasional.