Anggota DPR F-Gerindra Habiburokhman Minta Lukas Enembe Taat Hukum: Kalau Tidak Puas Praperadilan Saja

JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Habiburokhman mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil tindakan hukum tegas kepada Gubernur Papua Lukas Enembe berupa penjemputan secara paksa.

"Apa pun yang menjadi ketentuan, kalau dipanggil sekali dua kali, ya terhadap pihak lain kan dikenakan jemput paksa," kata Habiburokhman dilansir ANTARA, Selasa, 27 September. 

Hal itu, kata dia, sebab sampai dua kali panggilan, Lukas masih menolak diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi. Habiburokhman juga meminta KPK tidak ragu dalam menegakkan hukum sesuai perundang-undangan.

KPK telah dua kali memanggil Lukas untuk dimintai keterangan, pertama pada Senin, 12 September. Kemudian, panggilan kedua pada Senin, 26 September.

Namun, Lukas tidak hadir memenuhi kedua panggilan tersebut. Kuasa hukum Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening mengatakan.kliennya dalam kondisi sakit, sehingga tidak bisa datang ke Jakarta.

Selain itu, massa coba menghalangi proses hukum dengan menggelar unjuk rasa dan menjaga kediaman Lukas Enembe di Papua.

Habiburokhman menanggapi aksi massa tersebut. Menurut dia, seharusnya kuasa hukum dan pembela Lukas Enembe membela sesuai koridor hukum.

Dia mengatakan jika tidak puas dengan proses hukum di KPK, maka bisa memanfaatkan forum praperadilan.

"KPK menetapkan orang menjadi tersangka, tentu ada bukti-bukti. Kalau tidak puas dengan sikap KPK ada mekanisme namanya praperadilan, dijalankan saja," kata Habiburokhman.

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR Arsul Sani juga mendorong Lukas Enembe datang memenuhi panggilan KPK. Arsul mengingatkan bahwa pihak yang dipanggil KPK memiliki hak membela diri dan diberi pendampingan oleh kuasa hukum.

"Kalau dipanggil penegak hukum itu datang saja. Itu lebih baik. Itu memberikan kesan bahwa kita ini gentle menghadapi sebuah kasus," kata Arsul.

Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa meminta Lukas Enembe menaati aturan hukum, jangan malah menggunakan kekuasaan yang cenderung berkesan memecah-belah. 

"Bukan pakai kekuasaan yang kecenderungan kesannya seperti separatis," ujar Desmond.