Pejabat Keamanan Senior Rusia Dukung Referendum Kelompok Separatis di Ukraina
JAKARTA - Salah satu pejabat keamanan senior Rusia, Dmitry Medvedev, memuji proposal oleh separatis yang didukung Moskow untuk mengadakan referendum, membuka jalan bagi pencaplokan petak-petak Ukraina sebagai cara untuk menakut-nakuti Barat.
Para pemimpin separatis yang didukung Rusia di Donetsk dan Republik Rakyat Lugansk, yang diakui Presiden Putin sebagai negara merdeka sesaat sebelum invasi, pada Senin sepakat untuk menyelaraskan rencana pemungutan suara untuk bergabung dengan Rusia.
Pejabat di wilayah Kherson yang dikuasai Rusia di Ukraina pada Hari Selasa meminta referendum untuk bergabung dengan Rusia.
Dmitry Medvedev, yang menjabat sebagai presiden Rusia dari 2008 hingga 2012 dan sekarang menjadi wakil ketua Dewan Keamanan Rusia, mengatakan referendum semacam itu akan mengubah jalan sejarah Rusia, memungkinkan Kremlin lebih banyak pilihan untuk mempertahankan apa yang dia katakan akan menjadi wilayah Rusia.
"Perambahan ke wilayah Rusia adalah kejahatan yang memungkinkan Anda untuk menggunakan semua kekuatan pertahanan diri," kata Medvedev dalam sebuah unggahan di Telegram, melansir Reuters 20 September.
"Inilah mengapa referendum ini sangat ditakuti di Kyiv dan Barat," sambungnya.
"Sama pentingnya setelah amandemen konstitusi negara kita, tidak ada pemimpin masa depan Rusia, tidak ada pejabat yang dapat membalikkan keputusan ini," tegasnya.
Jika Presiden Putin secara resmi mencaplok sebagian besar tambahan Ukraina, itu pada dasarnya akan menantang Amerika Serikat dan sekutu Eropanya untuk mengambil risiko konfrontasi militer langsung dengan Rusia.
"Referendum di Donbas sangat penting, tidak hanya untuk perlindungan sistematis penduduk LPR, DPR, dan wilayah yang dibebaskan lainnya, tetapi juga untuk pemulihan keadilan bersejarah," tukas Medvedev.
Diketahui, konflik di Ukraina timur dimulai pada 2014, setelah presiden pro-Rusia digulingkan dalam Revolusi Maidan Ukraina, dengan Rusia mencaplok Krimea sementara separatis yang didukung Rusia di Donbas berusaha melepaskan diri dari kendali Kyiv.
Baca juga:
- Perdana Kunjungan ke Luar Negeri Sebagai Perdana Menteri, Liz Truss Janjikan Dukungan untuk Ukraina
- Polisi Palestina Terlibat Bentrok dengan Kelompok Bersenjata di Tepi Barat, Satu Orang Tewas
- AS Sebut Perusahaan Militer Swasta Rusia Grup Wagner Coba Rekrut 1.500 Penjahat untuk Perang Ukraina
- Dapat Penghargaan Internasional, Presiden Jokowi: Saya Dedikasikan untuk Seluruh Rakyat Indonesia
Tidak jelas bagaimana referendum separatis akan bekerja dalam perang. Pasukan yang didukung Rusia dan Rusia hanya menguasai sekitar 60 persen wilayah Donetsk. Sementara, pasukan Ukraina berusaha merebut kembali Lugansk.
Pasukan Rusia merebut seluruh wilayah Lugansk pada awal perang, meskipun para pejabat Ukraina mengatakan pada hari Senin, mereka telah merebut kembali sebuah desa di wilayah itu, sebagai bagian dari serangan balasan mereka yang sedang berlangsung.
Adapun sebagian besar wilayah yang diklaim oleh Donetsk masih berada di bawah kendali Ukraina, dengan Kyiv masih memegang wilayah di wilayah Kherson dan Zaporizhzhia.