Maradona, Pria Mungil Berselera Besar yang Dicinta Sekaligus Dibenci
JAKARTA - Rakyat Argentina bersorak ketika Diego Armando Maradona mencetak gol ke gawang Inggris di perempat final Piala Dunia 1986 di Meksiko. Salah satu golnya yang kontroversial - kondang dengan sebutan 'Tangan Tuhan' - menjadi pembalasan mutlak Argentina yang dikalahkan negara Ratu Elizabeth dalam Perang Malvinas empat tahun sebelumnya.
Sementara itu di belahan Bumi lain, di Asia, khususnya di Indonesia, penggila sepak bola juga tak kalah bergemuruh. Meski hanya sebatas penyembah 'berhala' bernama layar kaca. Dari anak kecil sampai orang tua, berdecak kagum melihat kecerdikan sekaligus kecurangan Il Nostro Dio alias Tuhan Kami demikian ia dijuluki warga kota Naples melalui TVRI, satu-satunya saluran televisi yang ada saat itu.
Kiki kecil, bangun di pagi buta, menemani ayahnya yang menyaksikan pertandingan antara Argentina kontra Inggris. Dengan mata yang masih dipenuhi belek, ia menatap 'berhala' hitam putih di depannya sambil merem melek.
Di Stadion Azteca, Maradona melakukan dua hal yang kontradiksi. Pertama, ia mencetak gol dengan menggunakan tangannya. Kedua, sang megabintang melakukan solo run melewati enam pemain termasuk kiper Peter Shilton untuk mencetak gol kedua Tim Tango. Argentina melaju ke semifinal dengan skor 2-1 setelah Gary Lineker, pemain Everton, hanya mampu memperkecil kekalahan The Three Lions.
Maradona cukup membawa Albiceleste memenangi laga perempatfinal untuk membuat semua orang jatuh cinta kepadanya. Namun, ketika akhirnya ia sukses membawa Tim Tango meraih trofi Piala Dunia kedua mereka, cerita tentunya sudah lain lagi.
Keesokan harinya. Di sebuah lapangan becek bekas sawah. Kiki bermain bola dengan teman-teman seusianya, 8 tahun atau kelas 2 SD, sepulang sekolah. Menggiring bola dari belakang ke depan, ia berkali-kali gagal menceploskan bola ketika berhadapan dengan gawang lawan. Ia ingin meniru idola barunya, Maradona, yang ia saksikan malam sebelumnya.
Sedikit kecewa, Kiki pulang dan menyalakan televisi. Sepanjang hari, ia mencari cuplikan gol-gol Maradona yang dicetak ke gawang Peter Shilton. Penantian Budi berakhir ketika ia menonton acara Dari Gelanggang ke Gelanggang, sebuah program olahraga saat itu, dan Arena dan Juara selepas Dunia Dalam Berita.
Tidak seperti era sekarang yang serba praktis dengan adanya YouTube. Saat itu, untuk mencari highlight pertandingan atau cuplikan gol pemain idola ya harus melalui televisi. Dan Kiki harus bersabar menunggu berjam-jam untuk mendapatkan apa yang dicarinya.
Kiki kembali ke lapangan bekas sawah, kali ini di sore hari. Berkaca pada kegagalan sebelumnya, Kiki bertekad untuk mencapai keberhasilan pada kesempatan kedua. Bukan menggiring bola melewati banyak pemain lagi, melainkan menjebol gawang lawan dengan tangannya.
Singkat kata, gol! Kiki sukses melakukannya. Dia bersorak, berlari layaknya sang idola tanpa menyadari bahwa azan magrib - yang kerap dijadikan patokan sebagai tanda berakhirnya pertandingan anak-anak zaman itu - telah berbunyi.
Kiki, cuma salah satu contoh dari jutaan pemuja Maradona di planet Bumi.
Baca juga:
Maradona, Dewa Kota Naples
Diego Maradona, dia begitu dihormati di Napoli. Wajahnya tetap menghiasi tembok-tembok, papan iklan dan tempat-tempat suci di kota Naples meski kiprahnya sudah berlalu sekitar 30 tahun silam.
Di Italia, dia berbicara atas nama kaum miskin di selatan negeri itu yang melawan kaum kaya di utara. Bukan tanpa alasan, Maradona dibesarkan dalam kemiskinan akut dan akan selalu berpihak kepada mereka yang tertindas yang membuat Napoli dicemooh oleh klub-klub kaya raya di Italia utara yang bagi dia adalah tim yang sempurna.
Hanya sedikit pemain yang pengaruhnya begitu luar biasa terhadap sebuah klub seperti dilakukan Maradona selama tujuh tahun kepada Partenopei.
Klub ini meraih Scudetto A 1986-1987 dan 1989-1990, Coppa Italia 1986-1987, UEFA Cup (kini Europa League) 1988-1989 serta Supercoppa Italiana 1990 ketika Maradona berada di sana. Tetapi, ada lebih banyak lagi prestasi ketimbang statistik itu.
Maradona mencetak 115 gol untuk Napoli, termasuk banyak gol terbaik yang pernah terjadi di Serie A, dan mencetak rekor klub ini yang baru belakangan ini dipecahkan.
Maradona dan Napoli menaklukkan tim-tim utara seperti Juventus, AC Milan dan Inter Milan, yang dipandang sebagai kelompok kemapanan aristokrasi sepak bola Italia. Maradona seketika mengubah Serie A.
Ketika timnas Argentina yang diperkuat Maradona bertemu Italia di Napoli pada Piala Dunia 1990, beberapa pendukung tuan rumah melakukan hal yang tidak terpikirkan dengan bersorak mendukung negara Amerika Selatan itu. Ajaib!
Di Argentina, Maradona Dianggap Tuhan
Diego Maradona diabadikan dalam berbagai lagu dan sebuah "gereja" virtual dengan 10 perintahnya sendiri, yang berkisar dari memuja sang mantan playmaker yang nomor punggung 10-nya membuatnya dipanggil D10S yang merupakan plesetan kata bahasa Spanyol yang berarti "Tuhan".
Penyanyi Argentina Calamaro dalam lagunya Maradona mengungkap, Maradona bukan sembarang manusia, dia manusia yang melekat di bola kulit. Calamaro tidak peduli kekacauan hidup yang dialami Maradona. Baginya, Maradona tetaplah seorang sahabat dan orang hebat.
"Gereja Maradona" di mana Diego menjadi "Tuhan"-nya dan memiliki ribuan pengikut di seluruh dunia, termasuk perintah-perintah seperti "Ungkapkan cinta tanpa syarat Anda kepada Diego dan sepak bola yang baik" dan "Sebarkan keajaiban Diego ke seluruh alam semesta".
Kini, Maradona telah tiada. Si Tangan Tuhan mengembuskan napas terakhirnya dalam usia 60 tahun setelah terkena serangan jantung di Tigre, sebelah utara Buenos Aires, Argentina, pada Rabu, 25 November waktu Argentina.
Seperti ditulis seorang pengikut gereja di halaman Facebook kelompok itu, "Sepak bola sudah mati. Tak ada lagi yang bisa dikatakan. AD10".
Pengultusan Maradona Melebihi Kebesaran Sepak Bola
Status kultus seorang Diego Maradona di seluruh dunia jauh melampaui kebesaran sejarah sepak bola itu sendiri. Menembus benua, ruang, waktu, dan usia. Kekurangan-kekurangan dia membuatnya menjadi manusia dan sifatnya yang petarung membuat dia disanjung.
Maradona adalah personifikasi Argentina dan bukan cuma karena kecemerlangannya yang tak tertanding. Kelicikannya, kesukaannya dalam mengakali lawan dan kecurigaan mendalamnya terhadap otoritas menandai caranya bermain sepak bola.
Dalam olahraga di mana kelembutan berlaku, Maradona bersedia mengutarakan isi hatinya dan rakyat Argentina menyukai dia karena mereka melihat bagian dari dirinya ada pada diri Maradona, mungkin lebih dari yang mereka akui.
Gairahnya yang berbahaya dan sering kali merusak adalah lambang dari apa artinya menjadi orang Argentina di mana curahan kegembiraan besar acap diikuti oleh renungan mendalam yang melankolis.
Di luar lapangan, Maradona penuh gairah dan kebablasan, pria mungil berselera besar. Dia tahu bagaimana membuat orang lain murka dan dia tak peduli apa yang dipikirkan orang. Perilaku itu membuat dia dicintai sekaligus dibenci.
Tapi tentunya, Kiki tidak ambil pusing soal itu. Baginya, Maradona adalah pahlawan masa kecilnya.
AD10 El Pibe de Oro...