Kerumunan Massa Rizieq Shihab Langgar Prokes, Siapa Dibidik?
JAKARTA - Perkara dugaan pelanggaran protokol kesehatan (prokes) yang melibatkan massa pendukung Rizieq Shihab akhirnya ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan. Polisi berkeyakinan dalam persolan ini telah terjadi pelanggaran pidana.
Dugaan pelanggaran prokes ini berawal ketika Rizieq Shihab pulang ke Indonesia dari Arab Saudi pada 10 November. Kepulangannya itu menarik antusias para pendukungnya untuk terlibat langsung dalam pejemputan di Bandara Soekarno-Hatta.
Dampaknya, terjadi kerumuman di terminal 3 Internasional Bandara Soekarno-Hatta. Padahal, kerumunan sangat dilarang karena penyebaran COVID-19 di Indonesia masih tinggi.
Tiga hari berselang, kerumunan massa pendukung Rizieq terjadi kembali. Kali ini ketika Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) itu mengikuti acara peletakan batu pertama pembangunan Pondok Pesantren Alam Agrikultural Markaz Syariah DPP FPI di kawasan Megamendung, Kabupaten Bogor.
Kerumunan massa terjadi karena menyambut Rizieq Shihab. Padahal saat itu Bogor masih menerapkan PSBB adaptasi kebiasaan baru (AKB) yang mana salah satu aturannya masih membatasi perkumpulan.
Tak sampai disitu, kerumunan terjadi kembali pada 14 November, tepatnya ketika pernikahan putri Rizieq Shihab di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat.
Massa pemdukung Rizieq berkerumun karena ingin ikut serta dalam acara itu. Terlebih disaat bersamaan juga dilangsungkan kegiatan Maulid Nabi.
Proses Penyelidikan
Dengan adanya rentetan dugaan pelanggaran prokes, Polri turun tangan untuk menyelidikinya. Proses penyelidikan dibagi menjadi dua, untuk kerumunan di Petamburan ditangani Bareskrim Polri dan Polda Metro.
Sedangkan untuk dugaan pelanggaran prokes di Megamendung, Kabupaten Bogor ditangani oleh Bareskrim Polri dan Polda Jawa Barat.
Dalam penanganan dugaan pelanggaran prokes yang ditangani Polda Metro Jaya, belasan saksi sudah dimintai keterangan. Beberapa di antaranya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Riza Patria.
Anies Baswesan dimintai keterangan pada 17 November. Dalam klarifikasi yang berlangsung kurang lebih 7 jam, Anies menyebut dilontarkan 33 pertanyaan oleh penyelidik.
"Saya tadi telah selesai memenuhi undangan untuk memberikan klarifikasi dan proses berjalan dengan baik, ada 33 pertanyaan yang tadi disampaikan," ujar Anies.
Tapi dia tak menjelaskan secara rinci perihal materi pertanyaan dari penyelidik. Anies hanya menyebut semua hal yang berkaitan dengan hasil klarifikasi bakal disampaikan oleh polisi.
"Apapun detil isi, pertanyaan, klarifikasi dan lain-lain biar nanti jadi bagian dari pihak Polda untuk nanti meneruskan dan menyampaikan sesuai dengan kebutuhan," kata dia.
Setelah Anies, penyelidik juga meminta keterangan dari Wakil Gubernur DKI Jakarta Riza Patria. Kegiatan klarifiaksi itu berlangsung pada 23 November.
Riza dimintai keterangan selama 8 jam dengan 43 pertanyaan. Dalam klarifikasi itu, penyelidik meminta Riza untuk menjelaskan perihal kerumunan yang terjadi di pernikahan putri Rizieq Shihab.
"Tadi keterangan yang saya sampaikan terkait identitas diri pekerjaan jabatan tugas, wewenang, dan pertanyaan lain seperti masalah di Tebet dan juga Petamburan," ungkapnya.
Namun dalam proses penyelidikan ini, ada beberapa saksi yang tak memenuhi undangan klarifikasi. Mereka antara lain, Syarifah Najwa Shihab dan Muhammad Irfan Alaydrus yang merupakan anak dan menantu Rizieq Shihab.
Melalui Kuasa hukum FPI Aziz Yanuar, ketidakhadiran keduanya dengan alasan disibukan kegiatan lainnya. Tapi mereka akan memenuhi undangan jika penyelidik masih membutuhka keterangannya.
"Sedang ada keperluan sehingga tidak dapat hadir dalam undangan pihak kepolisian," kata Aziz.
Di sisi lain, penyelidikan yang ditangani Polda Jawa Barat tak jauh berbeda. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil juga dimintai keterangan perihal kerumunan tersebut. Tapi proses klarifikasi dilakukan oleh penyelidik Bareskrim Polri.
Kang Emil sapaan akrab Ridwan Kamil dimintai ketangan pada 20 November di Bareskrim Polri. Selama 7 jam, dia diminta memjawab 23 pertanyaan yang dilayangkan penyelidik.
"Jawa Barat itu adalah provinsi dengan daerah otonom. Di mana wali kota dan bupatinya itu dipilih oleh Pilkada sehingga memilki kewenangan otonom dalam penyelenggaraan, pembangunan termasuk izin kegiatan dan hal-hal di level Kota/Kabupaten," ujarnya.
Dalam proses penyelidikan pelanggaran prokes di Megamendung, Kabupaten Bogor beberapa saksi undangan juga tidak memenuhinya tanpa alasan yang jelas. Mereka di antaranya, panitia penyelenggara berinisial HMA dan AAS.
Naik Kepenyidikan
Meski dalam proses penyelidikan dua perkara ini ada saksi yang tak memenuhi undangan klarifikasi, hal itu yak menjadi masalah polisi untuk menetukan status perkara.
Terbukti, polisi memutuskan meningkatkan kedua perkara ini dari penyelidikan ke penyidikan. Peningkatan status perkara berdasarkan hasil gelar perkara.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, dalam proses gelar perkara dugaan pengaran prokes saat penikahan putri Rizieq Shihab penyelidik menemukan unsur dugaan pelanggaran Undang-Undang nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan. Karena itu, diputuskan untuk meningkatkan status perkaranya.
"Menurut penyidik ini sudah bisa naik ke tingkat penyidikan. Berarti di situ ada unsur tindak pidana," tuturnya.
Dengan begitu, penyidik ke depannya bakal alat bukti lainnya dalam perkara tersebut. Pencarian bukti dilakukan penyidik dengan memeriksa sejumlah saksi. Tapi belum bisa dipastikan waktu pemeriksaan dan siapa yang bakal diperiksa.
"Akan memanggil lagi saksi-saksi yang lain. tapi ini kan baru rencana tindak lanjut ke depan, kita tunggu saja," kata dia.
Baca juga:
Senada, Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Erdi Adrimulan Chaniago menuturkan perkara yang ditangani pihaknya juga sudah ditingkatkan ke penyidikan.
Peningkatan status perkara berdasarkan hasil gelar perkara. Dalam gelar perkara ditemukan unsur pelanggaran pidana merujuk pada bukti dan keterangan saksi.
"Sudah, sudah naik ke tahap penyidikan," kata dia.
Dalam kasus ini, polisi menggunakan Pasal 14 Ayat 1 dan Ayat 2 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular, Pasal 93 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan, dan Pasal 216 KUHP.