Memaknai Istilah Ojo Kesusu dari Presiden Jokowi Soal Capres 2024
JAKARTA - Sudah seringkali para relawan bertanya kepada Presiden Jokowi soal sosok Capres yang akan didukungnya pada Pemilu 2024. Namun, Presiden selalu bungkam. Meski menjawab, narasi yang disampaikan pasti ambigu.
Seperti ketika menemui para relawannya di Gelora Tambaksari, Surabaya, Jawa Timur pada 21 Agustus 2022. Jokowi hanya bilang, “Jangan tergesa-gesa, jangan terburu-buru. Ojo nganti keliru, leres mboten? Ojo kesusu, nggih? Santai-santai mawon urusan politik.”
Begitupun kepada relawan Seknas Jokowi yang menemuinya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (12/9). Presiden bahkan, tidak mau membicarakan hal tersebut.
“Seperti biasa beliau selalu mingkem soal itu (capres pada Pemilu 2024),” kata Ketua Umum Seknas Jokowi, Rambun Tjajo.
Yang disampaikan Presiden, kata Rambun, hanya terkait kesinambungan program pemerintah. Jika program saat ini bisa berlanjut hingga 2030, maka Indonesia bisa menjadi negara semi-maju.
“Ini yang kita harus sama-sama mengawal. Bukan soal orangnya, tapi programnya. Jangan sampai ganti pemimpin, ganti program. Sehingga, kita hanya bergerak di tempat,” ucap Rambun menyampaikan pesan dari Presiden.
Program Jokowi-M’aruf Amin
Setelah menerima berita acara pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI 2019-2024 di Senayan, Jakarta pada 20 Oktober 2019, Presiden Jokowi kemudian berpidato, menjabarkan lima program kerja yang akan dilakukannya bersama Wakil Presiden M’aruf Amin, yakni:
- Pembangunan sumber daya manusia
Ini yang akan menjadi prioritas utama Presiden Jokowi pada periode keduanya sebagai presiden. Dia ingin menciptakan generasi pekerja keras yang dinamis, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi:
“Kita perlu endowment fund yang besar untuk manajemen SDM kita. Kerjasama dengan industri juga penting dioptimalkan,” kata Jokowi.
- Pembangunan infrastruktur
Akan terus dilanjutkan untuk mendukung aktivitas masyarakat. Termasuk, untuk mendukung pengembangan perekonomian dan kemudahan aksesibilitas:
“Infrastruktur yang menghubungkan kawasan produksi dengan kawasan distribusi, yang mempermudah akses ke kawasan wisata, yang mendongkrak lapangan kerja baru, yang mengakselerasi nilai tambah perekonomian rakyat,” kata Presiden Jokowi.
- Penyederhanaan regulasi
Pemerintah akan mengajak DPR untuk menerbitkan dua undang-undang besar. Yang pertama, UU Cipta Lapangan Kerja. Yang kedua, UU Pemberdayaan UMKM. Masing-masing UU tersebut akan menjadi omnibus law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU, bahkan puluhan UU. Puluhan UU yang menghambat penciptaan lapangan kerja langsung direvisi sekaligus. Puluhan UU yang menghambat pengembangan UMKM juga akan langsung direvisi sekaligus:
“Segala bentuk kendala regulasi harus kita sederhanakan, harus kita potong, harus kita pangkas,” tutur mantan Gubernur DKI Jakarta ini.
- Penyederhanaan birokrasi
Investasi untuk penciptaan lapangan kerja harus diprioritaskan. Prosedur yang panjang harus dipotong:
“Birokrasi yang panjang harus kita pangkas. Eselonisasi harus disederhanakan. Eselon I, eselon II, eselon III, eselon IV, apa enggak kebanyakan? Saya akan minta untuk disederhanakan menjadi 2 level saja, diganti dengan jabatan fungsional yang menghargai keahlian, menghargai kompetensi,” ucapnya.
“Saya juga minta kepada para menteri, para pejabat, para birokrat, agar serius menjamin tercapainya tujuan program pembangunan. Bagi yang tidak serius, saya tidak akan memberi ampun. Saya pastikan, sekali lagi saya pastikan, pasti saya copot,” tambahnya.
- Transformasi ekonomi
Harus bertransformasi dari ketergantungan terhadap sumber daya alam menjadi daya saing manufaktur dan jasa modern yang memiliki nilai tambah tinggi bagi kemakmuran bangsa, demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam dunia yang penuh risiko, yang sangat dinamis, dan yang sangat kompetitif, Indonesia harus terus mengembangkan cara-cara baru, nilai-nilai baru. Jangan sampai terjebak dalam rutinitas yang monoton:
“Mimpi kita, cita-cita kita, di tahun 2045, pada satu abad Indonesia merdeka, mestinya In sha Allah Indonesia telah keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah, Indonesia telah menjadi negara maju dengan pendapatan menurut hitung-hitungan Rp320 juta per kapita per tahun atau Rp27 juta per kapita per bulan,” tutur Presiden Jokowi dalam pidatonya.
Pesan Serupa dari SBY
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga pernah mengungkapkan soal kesinambungan program pemerintah ketika menjabat sebagai presiden untuk periode kedua 2009-2014. Dia tak segan melanjutkan program-program dari presiden terdahulu yang bermanfaat untuk kemajuan bangsa.
“Apa yang sudah dilakukan pendahulu, kebijakan atau program yang memang harus kita lanjutkan, mestilah dilanjutkan. Jangan ada demam ketika pemerintahan berhenti semua kebijakan dan program lantas dibuang–buang jauh-jauh. Kita akan jadi bangsa yang merugi.”
SBY mengatakan itu dalam acara halal bihalal Ibu Negara Ani Yudhoyono dengan pengurus (Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu) SIKIB di Istana Negara pada 13 September 2011.
Semua presiden yang pernah memimpin Indonesia tentunya ingin berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara. Di sisi lain, perubahan dan perkembangan zaman adalah suatu hal yang tak bisa dihindari. Itulah mengapa, terkadang butuh transformasi atau reformasi.
“Namun, bukan berarti serba mengubah atau mengganti. Reformasi harus dimaknai pula dengan menjaga kesinambungan mempertahankan, melestarikan, memelihara yang nyata-nyata masih tetap relevan dan baik bagi kehidupan ini," tandas SBY.
Baca juga:
- Pengurusan Visa dan KITAS di Indonesia Masih Bertele-tele: Birokrasi Imigrasi Perlu Segera Direformasi
- Kepatuhan Rendah pada Penyelenggara Sistem Elektronik Penyebab Indonesia Rentan Serangan Siber
- Kado Ulang Tahun Johnny G. Plate dan Puan Maharani: Diretas Hacker Bjorka, Disindir Pengunjuk Rasa
- Santri Ponpes Gontor Tewas Dianiaya: Sistem Pengawasan Pondok Pesantren Perlu Dievaluasi