Demo Kenaikan Harga BBM: Pemerintah Dianggap Tidak Berpihak Pada Rakyat

JAKARTA - Dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dinilai menyengsarakan masyarakat. Karena itu, berbagai aksi unjukrasa terus dilakukan sejumlah elemen masyarakat di kawasan Jakarta Pusat.

Kolektif Gebrakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) juga menggelar aksi unjukrasa terkait kenaikan harga BBM.

Juru bicara Gebrak, Nining Elitos mengatakan, kebijakan menaikan harga BBM ini menambah rangkaian kebijakan pemerintah yang membuat masyarakat semakin terpuruk dan menderita.

"Pasalnya, hal ini mengabaikan efek domino yang ditimbulkan, yakni kenaikan harga bahan-bahan pokok akibat biaya produksi dan distribusi yang juga meningkat," kata Nining saat dikonfirmasi VOI, Selasa, 13 September.

Bahkan hal terburuk, pemerintah justru mengambil sikap tanpa terlebih dahulu memilih kebijakan alternatif yang tidak berdampak langsung kepada masyarakat. Misalnya, sambung Nining, merekonstruksi APBN, mengalihkan pendanaan proyek IKN, menghapus pajak penghasilan atau menaikan upah buruh.

"Keputusan menaikan harga BBM sama sekali tidak didasarkan pada keberpihakan pemerintah kepada rakyat," ujarnya.

Massa aksi ini secara tegas menolak kenaikan harga BBM. Aksi penolakan itu akan disampaikan di Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.

"Ada 5 tuntutan kami. Pertama tolak kenaikan harga BBM dan turunkan harga kebutuhan pokok. Kedua cabut Omnibus Law Cipta Kerja dan PP turunannya. Ketiga, cabut UU P3. Tolak Revisi UU KUHP (RKUHP) dan tolak revisi UU Sisdiknas," ujarnya.

Sebelumnya, pada 3 September, Pemerintah Republik Indonesia secara resmi mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). BBM jenis solar dari Rp.5.150 menjadi Rp.6.800. BBM jenis Pertalite dari Rp.7.650 menjadi Rp.10.000 dan BBM jenis Pertamax dari Rp.12.500 menjadi Rp14.500.