Program-Program Imunisasi di Indonesia Terbukti Berhasil Mencegah Penyakit Menular

JAKARTA - Angka rasio pemulihan (recovery rate) kasus positif COVID-19 di Indonesia meningkat dari minggu lalu di angka 83,92 persen menjadi lebih dari 84 persen pada minggu ini. Selain itu telah lebih dari 3,5 juta penduduk Indonesia yang diuji PCR (swab) dengan hasilnya, rasio positif COVID-19 hanya mencapai 14 persen, atau lebih banyak negatif COVID-19 daripada yang positif.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga telah mencanangkan memperkuat pelacakan kontak (tracing) dengan target rasio 1:30, yang artinya dari satu pasien positif, maka 30 kontak terdekat pasien akan dilacak.

"Upaya lain yang tengah dilakukan pemerintah untuk menekan penularan COVID-19 adalah mewujudkan program vaksin untuk rakyat. Untuk ini, pemerintah tengah mempersiapkan vaksin dan tata laksana imunisasinya nanti. Kemenkes juga telah melatih lebih dari 8.600 vaksinator dari 23.000 vaksinator yang rencananya akan disiapkan untuk mendukung kampanye imunisasi nanti," ujar Juru Bicara Satgas COVID-19, dr. Reisa Broto Asmoro dalam keterangan yang diterima, Senin 23 November.

Ia mengatakan hal itu dalam Dialog Juru Bicara Pemerintah dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru bertema "Tata Laksana Vaksinasi di Indonesia", yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), pada hari ini.

Sudah sejak lama program imunisasi di Indonesia, telah berhasil mencegah penyakit menular. Pakar imunisasi dr. Jane Soepardi mengatakan, pada waktu sebelum vaksin ditemukan, kematian karena penyakit menular seperti campak, difteri, dan pneumonia, banyak sekali.

"Dengan lahirnya vaksin-vaksin ini, penyakit-penyakit menular berbahaya tersebut sudah hilang, walaupun masyarakat sering tidak menyadarinya. Jadi masyarakat kita harus terus-menerus diberi pengetahuan tentang penyakit apa saja yang berhasil dicegah dengan imunisasi. Jangan sampai nanti lupa lalu menghindari vaksin sehingga muncul kembali penyakit-penyakit lama," ujar dr. Jane.

Ia menuturkan, dalam merancang kampanye imunisasi ada beberapa faktor yang harus diperhatikan. Pertama, menurutnya, harus punya vaksinnya terlebih dahulu.

"Vaksin pun bukan sembarang merek. Jadi prinsip negara kita adalah vaksin yang digunakan nanti sudah terdaftar di WHO," jelas dr. Jane.

Faktor kedua yang perlu dipersiapkan adalah alat penyimpanannya, agar vaksin tidak cepat rusak. Ketiga adalah penentuan lokasi imunisasinya, biasanya menggunakan satu lokasi tertentu agar masyarakat mudah mengaksesnya.

"Lalu yang juga penting lainnya adalah orang yang akan diimunisasi. Kalau bisa sudah ada daftar nama yang dipegang petugas. Kemudian tambahannya adalah relawan yang membantu lalu lintas di lokasi nantinya," terang dr. Jane.

Dukungan penyuluhan dan sosialisasi terencana jauh-jauh hari juga harus telah dipersiapkan sebelumnya. Dengan begitu nantinya yang akan datang ke lokasi imunisasi sudah siap dan mendapat informasi yang cukup mengenai program tersebut. Kemudian nantinya pelaksana program imunisasi ini harus profesional di bidangnya.

"Di setiap kali kampanye selalu ada masalah yang baru. Kalau tidak memiliki pengalaman sebelumnya akan gawat. Jadi penting sekali untuk imunisasi yang akan datang, jangan sampai orang yang tidak mengerti sama sekali dalam hal kampanye imunisasi ini diberi tugas dan tanggung jawab," ujar dr. Jane.

Di Indonesia kader-kader imunisasi di setiap desa sudah ada dan berpengalaman melakukan pelayanan imunisasi. Jadi menurut dr. Jane, kader-kader imunisasi harus dipakai, boleh ditambah dari unsur pramuka, karang taruna, dan petugas siskamling.

Demi menumbuhkan keyakinan bagi masyarakat tentang keamanan dan efektivitas vaksin, dr. Jane mengatakan bahwa masyarakat harus mengetahui vaksin jauh berbeda dengan obat. Karena vaksin akan diberikan kepada orang sehat, oleh sebab itu syarat vaksin dibuat sangat ketat.

"Jadi lebih baik jangan sampai tertular COVID-19, dan kalau kita beruntung mendapat imunisasinya, jangan ditolak, justru bersyukur kalau mendapat vaksin COVID-19," tutup dr. Jane.