Dicopot dari Posisi Wakil Ketua MPR, Fadel Muhammad: Putusan Paripurna DPD RI Inkonstitusional
JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Fadel Muhammad dicopot dari jabatannya usai Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada Kamis, 18 Agustus. Sidang paripurna tersebut memutuskan pergantian wakil ketua MPR dari unsur DPD.
Fadel menyebut, pencopotan dirinya dari pimpinan MPR unsur DPD RI adalah inkonstitusional atau tidak sesuai dengan konstitusi. Karenanya, senator asal Gorontalo ini akan melakukan sejumlah upaya hukum untuk melawan pelanggaran tersebut.
Fadel menjelaskan, kedudukan dirinya sebagai Wakil Ketua MPR Periode 2019-2024, adalah sah menurut hukum dan aturan perundang-undangan yang berlaku. Menurutnya, dia telah bekerja dan menjalankan tugas sesuai amanat peraturan perundang-undangan, termasuk menjalankan Pasal 138 ayat (1) Peraturan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tentang Tata Tertib (Tatib), yang mengamanatkan dirinya untuk menyampaikan laporan kinerja di hadapan sidang paripurna DPD.
"Mekanisme mosi tidak percaya, tidak ada dalam aturan perundang-undangan, tidak sesuai dengan tata tertib, maupun aturan lain yang ada di DPD dan MPR. Jadi, segala bentuk usulan atau yang diistilahkan 'pengambilalihan mandat' oleh sejumlah anggota DPD adalah inkonstitusional," ujar Fadel dalam keterangannya kepada wartawan, Sabtu, 20 Agustus.
Fadel menilai, langkah sejumlah anggota DPD yang tidak sesuai dengan kaidah hukum dan aturan perundang-undangan, masuk dalam kategori perbuatan yang tidak melaksanakan sumpah atau janji jabatan yang telah diucapkan. Serta kewajiban sebagai anggota DPD untuk menaati Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, dan aturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk itu, mantan Gubernur Gorontalo itu akan melaporkan para anggota DPD yang menandatangani pemakzulan dirinya kepada Badan Kehormatan (BK) DPD, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), serta gugatan pengadilan secara perdata dan pidana. Saat ini, kata Fadel, seluruh laporan hukum tersebut tengah ia siapkan bersama tim kuasa hukumnya.
"Kita tidak boleh membiarkan terjadinya kesewenang-wenangan di negara ini, terlebih di lembaga tinggi negara. Makanya, saya akan menempuh seluruh upaya hukum, untuk melawan ketidakpatuhan terhadap hukum dan seluruh aturan perundang-undangan yang berlaku," tegas Fadel.
Sebelumnya, Ketua DPD La Nyalla Mattalitti mengatakan salah satu agenda dalam sidang paripurna pada Kamis lalu adalah penyampaian mosi tidak percaya terkait keinginan mayoritas anggota DPD untuk menarik Fadel dari jabatan wakil ketua MPR.
"Dalam Sidang Paripurna ke-13 DPD RI Masa Sidang V Tahun Sidang 2021-2022, diputuskan bahwa mosi tidak percaya akan diteruskan ke Badan Kehormatan dan kelompok DPD RI," kata La Nyalla.
Baca juga:
Senator asal Jawa Timur itu menyebutkan, anggota yang menandatangani mosi tidak percaya bertambah dari 91 orang menjadi 97 anggota. Setelah itu, pimpinan DPD memutuskan untuk menyepakati penarikan Fadel dari jabatan wakil ketua MPR.
"Maka pimpinan DPD RI pada sidang kali ini menyepakati penarikan tersebut. Untuk itu dalam sidang kali ini kita perlu melakukan pemilihan Wakil Ketua MPR utusan DPD RI untuk mengisi kekosongan posisi tersebut," kata La Nyalla.
DPD RI lalu melakukan pemungutan suara untuk menentukan pengganti Fadel dengan empat orang kandidat yang diusulkan oleh masing-masing subwilayah yakni Abdullah Puteh (Aceh), Bustami Zainuddin (Lampung), Tamsil Linrung (Sulawesi Selatan), dan Yorrys Raweyai (Papua).
Akhirnya dengan mengantongi 39 suara Tamsil Linrung diputuskan sebagai wakil ketua MPR utusan DPD RI pengganti posisi Fadel Muhammad.
Pemungutan suara tersebut diikuti oleh 96 anggota DPR di mana Bustami meraih 21 suara, Yorrys (19 suara), Puteh (14), 2 suara tidak sah, dan 1 abstain.