Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan di Bekasi Melonjak Drastis, Mayoritas Dipicu Masalah Ekonomi
BEKASI - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, mencatat angka kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan pada tahun ini melonjak drastis dibandingkan tahun sebelumnya.
"Tercatat ratusan kasus kekerasan yang dialami perempuan dan anak hingga pertengahan tahun ini," kata Kepala DP3A Kabupaten Bekasi Ani Gustini di Cikarang, Antara, Selasa, 26 Juli.
Dia merinci sepanjang awal tahun ini hingga Bulan Juni 2022 kasus yang dilaporkan ke pihaknya tercatat berjumlah 114 kasus baik kekerasan terhadap anak maupun perempuan.
"Padahal sepanjang tahun 2021 jumlahnya hanya 110 kasus, ini baru semester pertama sudah melampaui angka tahun lalu," ucapnya.
Ani mengaku permasalahan internal keluarga seperti faktor ekonomi masih mendominasi penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kasus pemukulan atau penganiayaan kerap dilakukan kepala rumah tangga terhadap istri dan anak mereka.
"Faktornya masalah keluarga. Karena kemarin pandemi juga, mungkin sekarang masih sulit mencari pekerjaan setelah terkena pemutusan hubungan kerja, sehingga tingkat stres terakumulasi dan terjadilah kekerasan," katanya.
Ia mengatakan angka faktual kasus kekerasan perempuan dan anak diprediksi lebih banyak mengingat cukup banyak korban yang tidak memiliki keberanian untuk melapor.
"Kami mengimbau untuk melaporkan kekerasan yang dialami, jangan takut, kami pastikan akan melindungi setiap pelapor yang datang ke kita," katanya.
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi telah menyiapkan tempat penampungan sementara bagi anak dan perempuan yang menjadi korban kekerasan agar kekerasan serupa tidak terulang kembali.
"Kami memang ada rumah singgah yang khusus menampung korban kekerasan perempuan dan anak. Lokasi tersebut kami rahasiakan dengan alasan demi keamanan," kata Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak pada DP3A Kabupaten Bekasi Fahrul Fauzi.
Di rumah singgah itu, para korban kekerasan diberikan pendampingan psikologis untuk mengatasi trauma yang dialami ketika mereka menjadi korban kekerasan, baik penganiayaan maupun seksual.
"Kami akan mendampingi korban kekerasan agar peristiwa serupa tidak terulang lagi. Kalau kondisi mereka masih dirawat, seperti kasus penyiraman air keras kemarin, pendampingan kami lakukan di rumah sakit," ucapnya.
Pihaknya juga berkepentingan untuk memastikan agar kebutuhan sandang dan pangan para korban terpenuhi sehingga mereka tidak hanya dipulihkan secara mental, namun juga kondisi fisiknya.
Baca juga:
- Bareskrim Sebut ACT Selewengkan Dana Boeing Korban Kecelakaan Lion Air Rp34 Miliar, Koperasi Syariah 212 Rp10 Miliar
- Alasan Penetapan Ahyudin dan Ibnu Khajar Jadi Tersangka Kasus ACT: 'Potek' Dana Donasi 30 Persen
- Nama Ahyudin dan Ibnu Khajar Tak Ada Didaftar Saksi yang Diperiksa Hari Ini Soal Dugaan Penyelewengan Donasi ACT, Kenapa?
- Ganjar Pranowo Ajak Nelayan Cilacap Manfaatkan Teknologi dan Informasi BMKG
"Kalau ibu yang jadi korban, masih punya bayi, kami berikan susu formula, vitamin, dan makanan di rumah tersebut," kata dia.