Kejagung Tempuh Upaya Hukum Atas Putusan PTUN yang Nyatakan Jaksa Agung Melawan Hukum
JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menilai putusan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta tidak tepat soal Jaksa Agung yang dinyatakan melawan hukum karena menyebut peristiwa Semanggi I dan Semanggi II bukan merupakan perlanggaran HAM berat.
"Atas putusan Pengadilan TUN Jakarta tersebut, tim jaksa pengacara negara selaku kuasa tergugat sangat menghormati atas putusan Pengadilan TUN tersebut, namun karena putusan tersebut dirasakan tidak tepat," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Hari Setiyono kepada wartawan, Rabu, 4 November.
Nantinya, Kejagung bakal melakukan upaya hukum terkait putusan tersebut. Tapi tim Kejagung akan mengkaji terlebih dulu putusan tersebut.
Hal itu sesuai dengan ketentuan pasal 122 maupun 131 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009.
"Tim jaksa pengacara negara selaku kuasa tergugat akan mempelajari terlebih dahulu atas isi putusan tersebut dan yang pasti akan melakukan upaya hukum," kata dia.
Baca juga:
Sebelumnya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menyatakan Jaksa Agung ST Burhanuddin kalah dalam gugatan di pengadilan. Jaksa Agung disebut melawan hukum karena menyebut peristiwa Semanggi I dan Semanggi II bukan merupakan perlanggaran HAM berat.
Hal ini termaksud dalam putusan gugatan yang dilayangkan oleh Sumarsih, ibu dari salah satu korban tragedi 1998. Sumarsih sebagai penggugat dan Jaksa Agung sebagai tergugat. Artinya, PTUN Jakarta memenangkan gugatan Sumarsih.
"Mengadili, menyatakan eksepsi-eksepsi yang disampaikan tergugat tidak diterima. Pokok perkara, mengabulkan gugatan para penggugat seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Andi Muh Ali Rahman, yang dilihat dalam situs resmi Direktori Putusan MA, Rabu, 4 November.
Hakim PTUN menyatakan ucapan Burhanuddin dalam Rapat Kerja antara Komisi III DPR dan Jaksa Agung pada tanggal 16 Januari 2020 yang menyampaikan Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II bukan merupakan pelanggaran HAM berat adalah perbuatan melawan hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan.
Selain itu, juga mewajibkan Jaksa Agung membuat pernyataan terkait penanganan dugaan pelanggaran HAM berat Semanggi I dan II sesuai keadaan yang sebenarnya. Selain itu hakim juga menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp 285.000.
Persoalan ini bermula ketika ST Burhanuddin melangsungkan rapat kerja DPR Januari lalu. Dalam rapat itu dia menyebutkan kasus penembakan mahasiswa yang terkenal dengan persitiwa Semanggi I dan II 1998 bukan pelanggaran HAM berat.
"Peristiwa Semanggi I, Semanggi II, telah ada hasil Rapat Paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat," kata Burhanuddin.
Namun Burhanuddin tak menjelaskan lebih lanjut kapan rapat paripurna DPR yang dia maksud digelar. Alasan belum selesainya penanganan HAM berat karena tidak lengkapnya berkas yang disusun oleh penyelidik Komnas HAM.
"Adapun penyebabnya tidak lengkapnya berkas tersebut disebabkan oleh beberapa hal yaitu penyelidik hanya memenuhi sebagian petunjuk hasil penyelidikan tidak cukup bukti hasil penelitian tidak dapat mengidentifikasi secara jelas terduga pelaku pelanggaran," paparnya.