Perbaikan Drainase Dinilai Lebih Penting Dibanding Disaster Warning System
JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta merencanakan penambahan pemasangan enam Disaster Warning System (DWS) di beberapa titik pada tahun 2020. Dalam pengadaan pelantang suara berupa toa yang berfungsi sebagai peringatan curah hujan tinggi terhadap warga itu, sekitar Rp 4 miliar telah dianggarkan.
Nantinya, perangkat yang tergabung dalam sistem peringatan dini atau Early Warning System (EWS) Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI, akan terpasang di beberapa titik pemukiman rawan banjir, khususnya daerah aliran sungai. Di antaranya adalah Tegal Alur, Rawajati, Makasar, Jati Padang, Kedoya Selatan, dan Cililitan.
Pemasangan DWS di Jakarta bukan merupakan hal yang baru. Jika melihat kembali ke beberapa tahun sebelumnya, tepat pada 2014, alat komunikasi satu arah itu telah terpasang di sejumlah lokasi. Teknologi itu pun merupakan hibah dari Jepang melalui Japan Radio.Co (JRC).
Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Provinsi DKI Jakarta M Ridwan mengatakan, pemasangan alat komunikasi yang berasal dari pemberian oleh pihak Jepang pun sudah terpasang di lima titik, yakni berada di kawasan Ulujami, Petogogan, Rawa Buaya, Kampung Melayu, dan Bidara Cina.
Selanjutanya, di tahun 2019 pun, pengadaan DWS kembali dianggarkan. Bahkan, peralatan itu pun telah terpasangan di sembilan titik yang tersebar di seluruh wilayah Jakarta. Teknologi itu pun berada di kawasan Kapuk, Kembangan Utara, Cipulir, Pengadegan, Cilandak Timur, Pejaten Timur, Cawang, Cipinang Melayu, dan Kebon Pala.
"Dari tahun 2014 itu sudah terpasang enam set. Kemudian tahun 2019 ada sembilan set. Jadi sampai saat ini sudah ada 14 set yang terpasang di beberapa titik di Jakarta," ucap Ridwan dalam keterangan yang diterima VOI, Sabtu 19 Januari.
Baca juga:
Dengan penambahan enam DWS di tahun 2020, maka jumlah keseluruhan dari alat komunikasi itu pun akan genap menjadi 20. Sehingga, diharapkan nantinya masyarakat semakin siaga terhadap bencana.
Hanya saja, rencana penambahan DWS itu pun justru menuai penolakan. Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah, menjadi salah satu orang yang lantang menolak dengan adanya rencana tersebut.
Menurutnya, pengadaan alat yang diklaim sebagai "senjata" antisipasi banjir hanyalah pemborosan semata. Pernyataannya itu pun dikatakan bukan tanpa alasan. Dengan adanya belasan set DWS di tahun 2019, banjir besar di awal 2020 pun masih saja terjadi.
Sehingga, menurutnya, kehadiran DWS tak berdampak banyak bagi masyarakat dalam upaya mengantisipasi banjir. Terlebih, nominal yang dianggarkan pun cukup besar.
"DWS yang sudah ada implementasinya belum bisa dikatakan baik atau jauh dari optimal. Tapi kenapa menambahkan kembali. Dari sisi keuangan pun ini justru pemborosan," tegas Trubus.
Akan tetapi, Trubus sempat menyebut jika DWS merupakan inovasi yang baik. Hanya saja, dikhawatirkan penambahan alat komunikasi itu akan digunakan kedok oleh oknum-oknum untuk bermain anggaran.
Ia menyarankan, jika lebih baik anggaran penambahan DWS itu pun dialihkan untuk pembersihan dan pelebaran drainase atau saluran-saluran pembuangan air yang berada di wilayah-wilayah kumuh. Menurutnya, salah satu faktor terjadinya banjir di Jakarta lantaran minimnya ketersediaan drainase di beberapa wilayah terdampak banjir.
"Mungkin lebih baik anggaran itu dialihkan ke pembersihan drainase seperti got dan gorong-gorong. Itu lebih akan terlihat efeknya," jelas Trubus.