Jelaskan Soal Kebijakan Minyak Goreng Curah Kemasan Seharga Rp14 Ribu, KSP: Distribusi Lebih Cepat, Kualitas Terjaga
JAKARTA - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Edy Priyono mengungkapkan alasan peluncuran minyak goreng curah kemasan dengan merek Minyakita. Kata dia, peluncuran tersebut untuk menjaga ketersediaan dan keterjangkauan harga minyak goreng curah di masyarakat, terutama di daerah-daerah yang selama ini sulit dijangkau.
Sekadar informasi, Minyakita akan dilincurkan pada hari ini. Adapun harganya akan dibanderol Rp14.000 sesuai dengan harga erceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Per 4 Juli 2022, harga minyak goreng curah rata-rata Rp15.800 per liter. Untuk harga kemasan sederhana Rp21.900 per liter, dan kemasan premium Rp25.200 per liter.
"Dengan dikemas maka distribusi minyak goreng curah akan lebih cepat, praktis, dan bisa menjangkau daerah-daerah yang sulit. Selain itu, juga untuk menjaga kualitasnya," kata Edy dalam keterangan resmi, Rabu 6 Juli.
Menurut Edy, selama ini distribusi minyak goreng curah seringkali terkendala dengan persoalan teknis di lapangan. Seperti keterbatasan mobil tangki pengangkut hingga tangki penampung di kalangan pedagang. Hal itu yang seringkali membuat optimalisasi ketersediaan dan keterjangkauan harga minyak goreng curah sesuai HET sulit diterapkan.
Untuk memastikan ketersediaan dan keterjangkauan harga minyak goreng curah kemasan sesuai dengan HET, kata Edy, pemerintah menerapkan skema kenaikan rasio angka pengali eskpor crude palm oil (CPO) dan bahan baku minyak goreng menjadi tujuh kali lipat dari kewajiban pasar domestik (DMO), bagi produsen yang bergabung untuk memproduksi minyak goreng curah kemasan.
Baca juga:
Skema ini, lanjut Edy, juga menjadi upaya untuk mendongkrak harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit, yang sebelumnya anjlok dan dikeluhkan oleh petani.
"Perubahan rasio satu banding lima menjadi satu banding tujuh ini juga untuk mempercepat ekspor CPO. Sebab, imbas dari larangan eskpor beberapa waktu lalu membuat pasokan CPO menumpuk dan memenuhi tangki-tangki produsen. Kondisi ini membuat sawit petani tidak terserap dan harga menjadi turun," tuturnya.
Selain itu, Edy mengatakan bahwa pemerintah juga melanjutkan mekanisme Flash Out (FO) untuk percepatan penyaluran ekspor CPO. Mekanisme ini, diterapkan kepada eskportir yang tidak tergabung dalam program Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH).
"Pengusaha yang tidak tergabung dalam Simirah bisa melakukan ekspor namun harus membayat biaya tambahan sebesar 200 dolar AS per ton kepada pemerintah," tuturnya.