Tahun Ini, Ekonomi Global Diprediksi Lebih Stabil Dibanding 2019
JAKARTA - Pada tahun ini, ekonomi global diprediksi akan lebih stabil dibandingkan 2019 yang mengalami perlambatan. Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Katarina Setiawan mengatakan, ada beberapa faktor yang akan mendukung hal tersebut.
"Untuk 2020, dalam pandangan kami pertumbuhan ekonomi global akan mengalami stabilisasi yang didukung oleh meredanya tensi dagang antara Amerika Serikat dengan China, dan juga kebijakan moneter dan fiskal yang akan tetap akomodatif," ujar Katarina dalam keterangan resmi yang diterima VOI, Jumat 17 Januari.
Katarina menuturkan, sudah mulai terlihat perbaikan data ekonomi di akhir 2019, di mana leading indicator ekonomi dari Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur global menunjukkan sinyal mencapai titik terendah atau bottoming di akhir tahun lalu. Data ini mengindikasikan potensi perbaikan sektor manufaktur dan perdagangan global.
IMF memperkirakan aktivitas perdagangan global berpotensi membaik di 2020 dengan pertumbuhan 3,2 persen, naik dari 1,1 persen di 2019. Selain itu membaiknya tensi dagang Amerika Serikat-China juga menyebabkan perbaikan sentimen bisnis global di akhir tahun 2019.
"Ini merupakan hal yang positif karena dapat mendukung aktivitas investasi dari sektor swasta," ujar Katarina.
Selain itu, lanjut Katarina, pada 2020 bank sentral global akan tetap menjaga suku bunga pada level akomodatif. Pada rapat di bulan Desember The Fed memberi sinyal kalau suku bunga tidak akan naik kecuali ada perubahan signifikan pada kondisi ekonomi.
Inflasi juga diperkirakan tetap rendah karena faktor struktural seperti high global savings rate, globalisasi, ketimpangan pendapatan dan populasi yang semakin menua, sehingga mengurangi tekanan kenaikan suku bunga.
"Secara keseluruhan faktor-faktor tersebut berpotensi menghasilkan iklim yang lebih kondusif bagi pasar global di 2020," kata Katarina.
Dari domestik, banyak faktor yang menghambat ekonomi Indonesia di 2019 seperti melemahnya aktivitas perdagangan global, dan dari sisi domestik kita juga dibayangi periode pemilu yang berdampak pada tertahannya aktivitas investasi. Kinerja pemerintah juga terdampak karena jarak antara pemilu dan pelantikan Presiden yang panjang.
Untuk 2020, Katarina memperkirakan iklim ekonomi Indonesia akan berangsur membaik. Kondisi global yang lebih kondusif dapat mendorong minat investasi ke pasar negara berkembang yang juga akan menguntungkan Indonesia.
"Selain itu, ekonomi Indonesia di 2020 juga akan mendapat efek positif dari penurunan suku bunga Bank Indonesia di 2019. Dampak penurunan suku bunga ke ekonomi biasanya tidak instan dan terjadi secara gradual," ujar Katarina.
Bank Indonesia sendiri dinilai masih punya ruang untuk menurunkan suku bunga. Tingkat suku bunga riil Indonesia saat ini merupakan salah satu yang tertinggi di antara negara kawasan, sehingga membuka ruang bagi BI untuk menurunkan suku bunga lebih lanjut.
Namun sepertinya BI menargetkan untuk menjaga tingkat suku bunga riil Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara kawasan untuk menjaga daya tarik aset Indonesia. Oleh karena itu pergerakan suku bunga ke depannya akan bergantung pada tren suku bunga global dan regional.
"Yang jelas, arah kebijakan BI diperkirakan akan tetap akomodatif di 2020. Jadi walaupun tingkat suku bunga tidak turun banyak, BI masih bisa melakukan pelonggaran kebijakan makroprudensial untuk mendorong pertumbuhan kredit," ujarnya.
Katarina menambahkan, yang juga menjadi fokus utama di 2020 adalah reformasi kebijakan pemerintah untuk menarik investasi asing. Kecepatan eksekusi kebijakan reformis seperti revisi UU tenaga kerja, pemotongan pajak pendapatan korporasi, penyederhanaan regulasi atau birokrasi diharapkan menjadi katalis ekonomi dan pasar finansial 2020 untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing.