Trump Dukung Prancis Pasca Serangan di Nice yang Salah Satu Korbannya Nyaris Terpenggal

JAKARTA - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan dukungannya kepada Prancis pasca peristiwa penyerangan gereja yang menewaskan tiga orang di Kota Nice, Prancis. Pelaku diketahui baru datang dari Tunisia, menurut sejumlah pejabat Prancis.

“Hati kami bersama rakyat Prancis. Amerika berdiri bersama sekutu tertua kita dalam pertarungan ini. Serangan teroris Islam Radikal ini harus segera dihentikan. Tidak ada negara, Prancis, atau lainnya yang dapat bertahan lama dengannya!” ujar Trump lewat akun Twitternya.

Mengutip Reuters, Jumat 30 Oktober, serangan itu terjadi kurang dari dua minggu setelah kasus pemenggalan Guru Sejarah, Samuel Paty di Paris oleh muridnya. Sang murid tersebut marah kepada gurunya itu karena menunjukkan karikatur Nabi Muhammad di tengah kegiatan belajar.

Kepala Jaksa anti-teroris Jean-Francois Ricard mengatakan tersangka dalam serangan gereja adalah seorang pria Tunisia yang lahir pada 1999. Ia tiba di Eropa pada 20 September di Lampedusa, pulau Italia di lepas Tunisia yang merupakan titik pendaratan utama bagi para migran dari Afrika. Sumber keamanan Tunisia dan sumber polisi Prancis menyebut tersangka sebagai Brahim Aouissaoui.

Kronologi

Ricard mengatakan pada konferensi pers di Nice bahwa pria itu memasuki kota dengan kereta api pada Kamis 29 Oktober pagi dan pergi ke gereja. Ia lalu menikam dan membunuh penjaga gereja berusia 55 tahun dan nyaris memenggal kepala seorang wanita berusia 60 tahun.

Pelaku juga menikam seorang wanita berusia 44 tahun yang melarikan diri ke kafe terdekat tempat dia membunyikan alarm sebelum meninggal, kata Ricard. Polisi kemudian datang dan menghadapi penyerang lalu menembak pria tersebut. Pelaku kini berada di rumah sakit dalam kondisi kritis.

“Pada penyerang kami menemukan Alquran dan dua telepon, pisau 30cm dengan ujung tajam 17cm. Kami juga menemukan tas yang ditinggalkan oleh penyerang. Di samping tas ini ada dua pisau yang tidak digunakan dalam penyerangan,” jelas Ricard.

Serangan tersebut terjadi bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW. Selain itu, serangan juga terjadi di tengah kemarahan Muslim yang meningkat atas sikap Prancis yang membela Prancis untuk menerbitkan kartun Nabi Muhammad dan pengunjuk rasa mengecam Prancis dalam demonstrasi jalanan di beberapa negara mayoritas Muslim.

Sementara itu juru bicara pengadilan khusus kontra-militansi Tunisia Mohsen Dali mengatakan bahwa pelaku tidak terdaftar oleh polisi di sana sebagai tersangka militan. Dia mengatakan pelaku meninggalkan negara itu pada 14 September dengan perahu, menambahkan bahwa Tunisia telah memulai penyelidikan forensiknya sendiri atas kasus tersebut.

Kecaman atas serangan itu juga datang dari Inggris, Belanda, Italia, Spanyol, Arab Saudi. Turki, yang mana Presiden Tayyip Erdogan awal pekan ini mengecam Macron dan Prancis atas kartun Nabi Muhammad, juga mengecam serangan tersebut.