Lewat RUU KIA, Bukan Cuma Ibu Hamil yang Dapat Cuti Jadi 6 Bulan, Suami Juga Libur 40 Hari
JAKARTA - DPR juga menginisiasi cuti selama 40 hari bagi suami yang istrinya melahirkan dalam Rancangan Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA). Pada RUU ini, DPR juga mengusulkan penambahan waktu cuti melahirkan bagi ibu bekerja, dengan total cuti selama 6 bulan.
"DPR menyoroti bahwa saat ini kesadaran para ayah semakin tinggi untuk turut serta dalam tugas pengasuhan anak. Maka lewat RUU KIA, kita akan dorong adanya cuti ayah," kata Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Willy Aditya, Senin 20 Juni.
Berdasarkan UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, pekerja perempuan berhak memperoleh cuti selama 3 bulan. Sementara itu bagi pekerja laki-laki yang istrinya melahirkan hanya boleh mendapatkan cuti selama dua hari.
Di sisi lain, pegawai negeri sipil (PNS) laki-laki diperbolehkan mengajukan cuti selama satu bulan jika istrinya melahirkan. Hal ini tertuang dalam Peraturan BKN Nomor 24 Tahun 2017.
Willy menyatakan, RUU KIA menguatkan hak para suami untuk dapat mendampingi istrinya yang melahirkan atau mengalami keguguran. Usulan ini ada dalam pasal 6 draft RUU KIA yang mengatur suami berhak mendapatkan cuti pendampingan ibu melahirkan paling lama 40 hari atau ibu yang mengalami keguguran paling lama 7 hari.
“RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak melindungi hak suami dalam mendampingi istrinya saat melahirkan dan selama 40 hari pertama sebagai orangtua baru,” sebutnya.
Baca juga:
- Puan Maharani Sebut DPR Perjuangkan RUU KIA, Ibu Hamil Bisa Ajukan Cuti 6 Bulan
- Komnas Perempuan Sambut Baik Wacana Cuti Melahirkan Enam Bulan
- Puan: DPR Dorong Cuti Ibu Hamil Jadi 6 Bulan, Kasus Keguguran Istirahat 1,5 Bulan
- Di TPA Mojokerto, Puan Minum Teh Bareng Pemulung: Kalian Punya Pekerjaan Mulia
Lewat aturan yang masih akan dibahas itu, menurut Willy, DPR ingin mengembalikan keutamaan kemanusiaan dan keluarga di mana perawatan generasi Indonesia untuk masa depan menjadi hal penting penggerak kemanusiaan.
“Satu hal yang mau saya tegaskan kembali, saat ini kapitalisme telah menggiring anggota keluarga keluar dari rumah untuk menjadi bahan bakar berjalannya sistem dengan masuk ke pabrik dan industrialisasi,” ungkap Willy.
“Maka itu, DPR mendorong perusahaan untuk mulai memikirkan paternity leave atau cuti melahirkan untuk karyawan laki-laki yang istrinya melahirkan sebagai upaya dalam mengembalikan keutamaan kemanusiaan dan keluarga itu,” lanjut Legislator dari Dapil Jawa Timur XI tersebut.
Willy menyebut, RUU KIA dirancang untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang unggul. Rancangan beleid ini juga menitikberatkan pada masa pertumbuhan emas anak yang merupakan periode krusial tumbuh kembang anak.
Oleh karena itu, RUU KIA menekankan pentingnya penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak secara terarah, terpadu, dan berkelanjutan. Salah satunya lewat pemenuhan hak dasar orangtua, khususnya ibu, termasuk hak cuti yang memadai bagi orangtua bekerja.
“Di RUU KIA ini negara tidak mengintervensi hal privasinya warga melainkan menjalankan tugas dan fungsi konstitusionalnya menjamin kesejahteraan umum dan kecerdasan bangsa,” tegas Willy.
Anggota Komisi XI DPR ini mengatakan, RUU KIA sangat dibutuhkan untuk mendukung target Indonesia Emas pada 2045 nanti. Apalagi, kata Willy, Indonesia akan memiliki bonus demografi yang harus dipersiapkan sejak sekarang sehingga generasi bangsa di masa depan memiliki tumbuh kembang optimal sehingga bisa menjadi SDM unggul sebagai generasi emas.
“Negara hadir untuk menjamin ibu di indonesia sehat dalam segala hal dan menjadi faktor pelanjut regenerasi yang sehat dan berkualitas. Demikian juga dengan jaminan terhadap anak-anak untuk berkembang dalam kondisi yang optimal,” ucapnya.
Willy menambahkan, RUU KIA juga sejalan dengan UNICEF yang mendorong para orangtua untuk setidaknya mengambil 6 bulan cuti merawat anak berbayar. Beberapa negara pun telah mengadopsi aturan cuti ayah yang juga dianggap sebagai bentuk dukungan bagi kesetaraan gender.
Setidaknya, hampir 40 negara di dunia telah memperkenalkan kebijakan cuti berbayar untuk pekerja laki-laki membantu istrinya yang baru melahirkan untuk mengurus anak. Sebenarnya di Indonesia sudah ada perusahaan yang menerapkan cuti ayah ini, namun jumlahmya bisa dihitung dengan jari.
“Paternity leave atau cuti ayah masih dianggap tidak lebih penting dibanding cuti melahirkan (maternity leave) untuk ibu sehingga tidak banyak perusahaan yang menawarkan cuti orangtua dengan tunjangan kepada para ayah yang baru memiliki anak,” tukas Willy.
Padahal cuti ayah sangat penting dalam pertumbuhan anak. Willy pun berharap RUU KIA dapat memberikan kesempatan yang sama bagi ibu dan ayah dalam mengasuh anak.
“RUU ini penting untuk memastikan negara hadir dengan misi besar menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas tinggi dan mampu memimpin kerja kolaborasi dengan bangsa lain di masa depan,” tutupnya.