Respons Wagub Riza Setelah Tahu Kejati DKI Tetapkan Tersangka Kasus Mafia Tanah Cipayung
JAKARTA - Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menetapkan tersangka kasus pengadaan lahan di Cipayung, Jakarta Timur, yang menggunakan anggaran Dinas Pertamanan dan Hutan DKI Jakarta.
Menanggapi hal ini, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengaku pihaknya menyerahkan proses penyelidikan kasus mafia tanah sepenuhnya kepada aparat penegak hukum.
"Terkait masalah tanah yang sekarang sedang dilakukan pemeriksaan, itu kita serahkan pada aparat hukum. Pemprov mendukung berbagai upaya dari aparat hukum agar semua masalah-masalah dapat diatasi," kata Riza kepada wartawan, Rabu, 15 Juni.
Terkait kasus yang melibatkan Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI ini, Riza mengaku pihaknya akan melakukan evaluasi secara internal.
Ia mengklaim Inspektorat DKI Jakarta juga rutin mengawasi program yang dijalankan anak buah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tersebut.
"Secara rutin, Inspektorat selalu melakukan monitoring evaluasi dan pengawasan. Bagi siapa saja yang bersalah tentu akan ada sanksi. Kita juga minta seluruh jajaran Pemprov bisa melaksanakn tugasnya dengan baik tanpa adanya KKN," ungkap dia.
Sebelumnya, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Ashari Syam menuturkan telah ditetapkan dua tersangka pada tanggal 13 Juni atas kasus mafia tanah pengadaan lahan di Cipayung.
Kedua tersangka tersebut berinsial LD selaku notaris dan MTT yang berperan sebagai mafia tanah. Berdasarkan penyelidikan yang dilakukan, pada tahun 2018, Dinas Pertamanan dan Kehutanan DKI Jakarta melakukan pembebasan lahan di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung Jakarta Timur atas delapan pemilik lahan guna kepentingan pengembangan ruang terbuka hijau (RTH).
Baca juga:
Dalam pelaksanaan pembebasan lahan di lokasi RT 008 RW 003 itu, tidak ada dokumen perencanaan pengadaan tanah, kemudian tidak ada peta informasi rencana kota dari Dinas Tata Kota, lalu tidak ada permohonan informasi aset kepada Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD), serta tidak ada persetujuan dari Gubernur Provinsi DKI Jakarta.
"Dari hasil penyelidikan, dalam proses pembebasan lahan tersebut terdapat kerja sama antara tersangka LD, Tersangka MTT dan pihak lainnya sehingga lahan di Kelurahan Setu Kecamatan Cipayung dapat dibebaskan oleh Dinas Pertamanan dan Kehutanan DKI Jakarta," tutur Ashari.
Kemudian, tersangka LD bersama-sama dengan pihak lainnya telah melakukan pengaturan dan atau pembentukan harga terhadap delapan pemilik atas sembilan bidang tanah di Kelurahan Setu Kecamatan Cipayung Jakarta Timur.
Pemilik lahan tersebut seharusnya hanya menerima uang ganti rugi pembebasan lahan sebesar Rp1,6 juta per meter persegi namun berdasarkan peran masing-masing tersangka, akhirnya Dinas Kehutanan dan Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan uang rata-rata sebesar Rp2,7 juta per meter persegi.
"Total uang yang dibayarkan Dinas Kehutanan Provinsi DKI adalah sebesar Rp46.499.550.000. Sedangkan total uang yang diterima oleh pemilik lahan hanya sebesar Rp28.729.340.317, sehingga sisa uang hasil pembebasan lahan yang dinikmati para tersangka dan pihak lainnya sebesar Rp17.770.209.683," ucapnya.
Uang tersebut jelas Ashari, kemudian dibagikan kepada sejumlah pihak, termasuk kepada pihak Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta dan pihak lainnya melalui tersangka MTT.