Jusuf Kalla Dinilai Sedang Bergerak Dekati Puan Maharani Jadi 'Mak Comblang' Anies Baswedan untuk Pilpres 2024
JAKARTA - Pengamat politik Rocky Gerung menilai ada maksud tertentu di balik ibadah umrah Ketua DPR Puan Maharani bersama Wakil Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Syafruddin.
Syafruddin yang mendampingi Puan umrah diketahui merupakan orang dekat Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Indonesia Jusuf Kalla (JK). Sebelum keduanya umrah, JK tercatat telah tiga kali bertemu Puan.
Melihat hal tersebut, Rocky menilai ada kemungkinan JK bertindak sebagai 'mak comblang' mensandingkan Puan dengan Anies Baswedan yang dijagokannya.
"Politikal sense Pak JK jangan anggap enteng, dia tetap King Maker. Pengalaman dia membuat beliau tahu apa sebetulnya lorong sempit yang bisa ditempuh," kata Rocky dalam akun YouTubenya, Rocky Gerung Official, Selasa 2 Juni.
Rocky menilai JK memiliki pengalaman yang mampu membuka kemungkinan-kemungkinan. Dalam strategi politik, kata dia, JK dianggap bisa melihat peluang sempit di depan mata.
Menurut Rocky, jika ini terjadi maka dinamika politik akan berubah cepat. Partai-partai akan memperkuat strategi seiring munculnya tokoh yang diperkenalkan sebagai kandidat calon Pemilihan Presiden 2024.
Baca juga:
- Niat Hati Sembunyikan Rp1,2 Miliar di Gudang Agar Tak Dibelanjakan Istri, Tabungan Politikus PAN Dicuri Sopir, Denny Siregar Komen Menohok
- BUMN Masih Enggan Sponsori Formula E Jakarta, Rocky Gerung: Momentum Menurunkan Elektabilitas Anies Baswedan
- Pemkot Bogor Wajibkan ASN Pakai Busana Hasil UMKM Lokal Setiap Selasa, Kamis dan Jumat
"Jadi kita beranggapan bahwa Pak JK kita anggap punya kecerdasan sekaligus kecerdikan, untuk tadi mengintip celah, ini bisa bikin blunder banyak pihak karena nanti dianggap "bagaimana mungkin ada perkawinan kadrun dan cebong"," ujarnya.
Rocky bilang kemungkinan ini bisa terealisasi menjelang akhir pendaftaran pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden dalam Pemilihan Umum 2024. Menurut Rocky, kejutan lain juga bisa terjadi di menit terakhir pendaftaran mengingat terbatasnya kandidat yang bisa dicalonkan imbas presidential treshold 20 persen.
"Jadi semua sinyal itu harus kita taruh di atas meja. Penyebabnya satu karena [presidential] treshold dibikin 20 persen, semua orang akhirnya cari jalan tikus, jalan zig-zag, tunggu di tikungan," tandasnya.