Badan Geologi Kementerian ESDM Sebut Potensi Banjir Rob Masih Berlanjut Hingga Bulan Juni

JAKARTA - Sekretaris Badan Geologi yang juga merupakan Plt. Kepala Balai Besar Survei dan Pemetaan Geologi Kelautan Ediar Usman mengungkapkan banjir rob atau air pasang melanda beberapa daerah Pantai Utara Jawa (Pantura), diperkirakan masih akan berlanjut selama bulan Juni.

Maka dari itu, masyarakat diimbau untuk berhati-hati, khususnya apabila berada di bibir pantai. Penataan lingkungan dan drainase juga dapat mengimbangi potensi air pasang dan genangan air pada musim hujan.

"Jika kita melihat kondisi iklim, sebagaimana disampaikan oleh BMKG, bahwa musim seperti ini mungkin akan berlangsung sampai Juni nanti. Sehingga masih ada potensi banjir rob sampai bulan Juni. Oleh sebab itu diimbau untuk berhati-hati, khususnya di bibir pantai. Karena di bibir pantai itulah terjadi kenaikan permukaan laut secara tiba-tiba dan itu tentu saja juga membahayakan kita semua," ujar Ediar dalam keterangan kepada media, Rabu 1 Juni.

Masyarakat juga diimbau untuk mengikuti arahan-arahan dari Pemerintah Paerah setempat terutama Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan pusat seperti BMKG, BNPB dan juga Badan Geologi yang dapat dilihat pada website dan media sosial Badan Geologi.

Ediar juga merekomendasikan agar upaya mitigasi bencana banjir rob dilakukan dengan lebih terintegrasi dengan memahami kondisi geologi dan oseanografi, serta dinamika pesisir.

"Persamaan persepsi dan koordinasi antara instansi terkait dan seluruh elemen masyarakat juga diperlukan untuk mencari solusi secara maksimal. Pola pikir dan pola hidup masyarakat setempat harus menerapkan pola hidup bersih di lingkungannya masing-masing dan dapat beradaptasi dengan lingkungan. Selain itu, juga dibutuhkan penyelesaian tata ruang kota di kawasan pantai yang tertata baik untuk wilayah pemukiman, industri, pelabuhan, wisata, nelayan dan perikanan," tutur Ediar.

Sebagai informasi, secara Fisiografi kota Semarang dan kota lainnya yang terletak pada dataran aluvial merupakan hasil endapan yang berasal dari daratan tinggi hasil transportasi melalui sungai-sungai dan gelombang di wilayah pantai.

Sedimen di dataran aluvial ini berasal dari pegunungan Serayu Utara di bagian selatan, dan sebelah timur dibatasi oleh perbukitan Kendeng dan di utara berhadapan dengan Laut Jawa. Kawasan pantai dicirikan oleh endapan alluvium, lumpur, tumbuhan mangrove, pantai berpasir dan berbatuan disebut sebagai marine sediment.

Dari hasil penyelidikan lapangan yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan/Balai Besar Survei dan Pemetaan Geologi Kelautan (BBSPGL) menunjukkan bahwa pada umumnya pembangunan dan pemanfaatan lahan di Pantura, Jawa Tengah saat ini menyebabkan sedimen non-konsilidasi (unconsolidated) mengalami konsolidasi (pemadatan), namun pada Kawasan tertentu (pemukiman) penurunannya tentu lebih cepat karena ada beban di atasnya, sehingga terjadi pemadatan lebih cepat.

"Jadi selain terjadi secara alami, adanya bangunan di atasnya akan mempercepat penurunan muka tanah di pantura di bawah kondisi air laut pasang," pungkas Ediar.