Setahun Jokowi-Ma'ruf, Ini Rentetan Upaya Pemerintah Atasi Kontraksi Ekonomi

JAKARTA - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin genap satu tahun. Berbagai kendala tak terduga harus dihadapi, salah satunya yaitu pandemi COVID-19.

Akibat wabah ini, sejumlah negara tumbang, pertumbuhan ekonominya terpuruk akibat tertekan COVID-19. Ekonomi Indonesia pun ikut terdampak, meski dangkal.

Di kuartal kedua 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi 5,3 persen. Meski begitu, pemerintah mengklaim, kontraksi yang dialami Indonesia pada kuartal II ini jauh lebih baik dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya, bahkan di antara negara G-20.

Secara perekonomian, Indonesia berada di peringkat ketiga di bawah China dan Korea Selatan.

Selain berdampak pada kontraksi ekonomi, pandemi COVID-19 juga berdampak pada 3,5 juta pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau dirumahkan. Bahkan, angka pengangguran naik menjadi 10,4 juta orang. Angka kemiskinan pun meningkat menjadi 26,42 juta orang, terutama di perkotaan.

Karena kondisi ini, pemerintah segera mencari obatnya. Salah satunya dengan adaptasi tata kelola neraca.

Tata kelola keuangan yang adaptif ini dinilai membawa dampak positif. Dengan cadangan devisa 135,15 miliar dolar AS per September 2020 mampu membiayai impor dan membayar utang luar negeri pemerintah selama 9,1 bulan.

Rentang waktu ini, lebih dari tiga kali lipat di atas standar internasional. Selain itu, cadangan devisa per September 2020 juga lebih tinggi dari 2019, yang sebesar 129,18 miliar dolar AS.

Pada laporan satu tahun Jokowi-Ma'ruf ini, pemerintah diminta tetap mewaspadai cadangan devisa yang dimiliki. Termasuk mempersiapkan potensi di sektor pariwisata. Sebab, angka kunjungan wisatawan pada periode Januari hingga Agustus 2020 telah turun tajam.

"Pemerintah harus tetap mewaspadai cadangan devisa yang dimiliki dengan mempersiapkan potensi di sektor pariwisata," demikian dikutip dari 'Laporan Tahunan 2020 Jokowi-Ma'ruf' yang dipublikasikan ksp.go.id, Selasa, 20 Oktober.

Berdasarkan data badan pusat statistik (BPS), kunjungan wisatawan ke Indonesia pada 2015 secara kumulatif mencapai 10,2 juta. Kemudian, pada 2016 mengalami kenaikan mencapai 11,5 juta. Lalu, di 2017 sebesar 14 juta. Di 2018 jumlah kunjungan wisatawan berhasil mencapai angka 15,8 juta. Sementara di 2019 mencapai puncak tertinggi dari kunjungan wisatawan yaitu 16,1 juta.

Namun, di 2020 pada periode Januari hingga Agustus kunjungan wisatawan hanya mencapai 3,4 juta. Dibanding periode yang sama di tahun lalu angka ini menurun 7,3 juta. Di mana sebanyak 10,7 juta wisatawan melakukan kunjungan wisata pada periode Januari hingga Agustus di 2019.

Tak berkecil hati, Jokowi-Ma'ruf percaya industri pariwisata Tanah Air bisa pulih kembali. Indonesia dinilai memiliki potensi tujuan wisata yang cukup besar, terutama dengan lima destinasi Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) super prioritas, yaitu Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Manado-Bitung-Likupang.

Di sisi lain, rasio utang pemerintah yang kurang dari 35 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) menunjukkan pengelolaan utang dengan prinsip kehati-hatian. Rating utang ini juga menunjukkan Indonesia masih layak sebagai tujuan investasi.

Pemerintah juga sudah melihat adanya sinyal perbaikan kondisi ekonomi ke depan dari perbaikan indikator Purchasing Manager Index (PMI) di bidang manufaktur dan Indeks Keyakinan Konsumen.

Adapun rinciannya yakni pada Januari posisinya berasa di 49,34 poin. Lalu, naik di bulan Februari mencapai 51,88 poin. Karena adanya wabah pandemi COVID-19 di Tanah Air angkanya kembali turun menjadi 45,33 poin. Di bulan April kembali mengalami penurunan hingga 27,49 poin.

Namun, perbaikan mulai terlihat di bulan Mei dengan kenaikan tipis yaitu 28,62 poin. Di bulan Juni angkanya naik tajam menjadi 39,07 poin. Lalu, Juli juga terjadi kenaikan yakni 46,88 persen. Di bulan Agustus naik kembali menjadi 50,76 poin. Akan tetapi di bulan September kembali mengalami penurunan yaitu 47,20 poin.

Sementara indeks keyakinan konsumen angkanya naik turun. Pada Januari mencapai 121,67 poin. Lalu, di bulan Februari turun menjadi 117,65 poin. Kemudian, di Maret angkanya berada di posisi 113,78 poin. Namun, pada bulan April terjadi penurunan yang dalam hingga berada di posisi 84,83 poin.

Bulan Mei tak ada perbaikan, posisinya semakin turun yaitu 77,80 poin. Namun, di bulan Juni terjadi kenaiakan sedikit yakni 83,78 poin. Lalu konsisten naik pada bulan Juli dan Agustus yaitu 86,19 poin dan 86,90 poin. Namun, pada bulan September kembali turun di angka 83,40 poin.

Bantuan untuk UMKM

Pemerintah juga memberi perhatian besar pada usaha kecil dan menengah (UMKM) untuk bertahan di tengah krisis. Sejumlah insentif juga ditujukan pada UMKM dalam rangka upaya pengentasan kemiskinan, pemerataan ekonomi, dan penciptaan lapangan kerja. Pemerintah Jokowi-Ma'ruf mengalokasikan Rp4,2 triliun untuk program UMKM Go Digital.

Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM per 15 September 2020, sudah terealisasi 1,6 juta unit UKM Dan IKM go digital dari total target 2 juta unit UKM dan IKM.

Bantuan lainnya diberikan dalam bentuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) senilai Rp107,28 triliun kepada 3.172.616 debitur. Lalu Kredit Ultra Mikro (Umi) sebesar Rp4,85 triliun kepada 1.499.953 debitur, dan program Mekaar dengan jumlah penyaluran Rp11,2 triliun kepada 6,57 juta debitur.

Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja juga diajukan, dengan tujuan untuk menciptakan iklim investasi yang kompetitif dan membuka lapangan kerja. Regulasi ini sekaligus memberi kemudahan dalam perizinan UMKM.