Komisi VI DPR Minta Pemerintah Audit Perusahaan Sawit secara Transparan, Apa Tujuannya?

JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak meminta pemerintah mengaudit perusahaan produsen sawit pada Juni mendatang secara transparan.

"Jangan-jangan dengan audit yang transparan dan bebas dari kepentingan, harga eceran tertinggi (HET)-nya bisa di bawah Rp14.000 per liter. Ini tentu harus dibuktikan lewat audit tersebut," kata Amin Ak dikutip dari Antara, Senin 30 Mei.

Menurut Amin, audit yang paling mendesak untuk dilakukan saat ini sebaiknya dengan menjadikan sisi konsumsi sebagai patokan.

Dengan kata lain, lanjutnya, pemerintah harus menetapkan patokan harga jual produk akhir (minyak goreng) dan jumlah kebutuhannya.

Ketetapan saat ini, ujar Amin, adalah aturan mengenai HET yang dipatok Rp14.000 per liter dengan jumlah kebutuhan sebanyak 10 juta ton CPO (minyak sawit mentah).

Dengan menjadikan dua garis batas dari sisi permintaan, lanjut Amin Ak, maka audit yang mendesak saat ini adalah berapa biaya produksi dan margin keuntungan yang wajar untuk memproduksi satu liter minyak goreng.

Ia mengatakan, audit kedua yang saat ini urgen adalah audit data pasokan dan distribusi CPO dan minyak goreng.

Ia berpendapat bahwa selama ini, masyarakat curiga, apakah pengusaha betul-betul mematuhi ketentuan kewajiban pasar domestik (DMO) 20 persen CPO untuk kebutuhan dalam negeri khususnya dalam rangka memenuhi pasokan minyak goreng curah.

“Dengan mekanisme audit yang transparan dan bebas kepentingan, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan terjawab,” tegasnya.

Amin menegaskan, agar hasil audit hanya menjadi macan ompong atau bahkan jadi alat tawar menawar kepentingan penguasa dan oligarki sawit.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, akan melakukan audit terhadap perusahaan minyak kelapa sawit dan memastikannya untuk membangun kantor pusat di Indonesia.

Luhut mengaku telah diminta Presiden Jokowi untuk menyelesaikan masalah minyak goreng di Jawa dan Bali.

"Begitu Presiden minta saya manage minyak goreng, orang pikir hanya minyak goreng. Tidak. Saya langsung ke hulunya. Anda sudah baca di media, semua kelapa sawit itu harus kita audit," katanya dalam seminar nasional Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut (STTAL) secara daring yang dipantau di Jakarta, Rabu 25 Mei.

Menurut Luhut, audit dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi bisnis sawit yang ada.

Hal itu meliputi luasan kebun, produksi hingga kantor pusatnya.

Luhut mengatakan, kantor pusat perusahaan sawit wajib berada di Indonesia agar mereka membayar pajak.

Pasalnya, masih banyak perusahaan sawit yang berkantor pusat di luar negeri sehingga menyebabkan Indonesia kehilangan potensi pendapatan dari pajak.