Duck Syndrome, Tampak Bahagia Namun Sebenarnya Menderita

JAKARTA - Tiap individu pasti memiliki masalah dan persoalan hidup yang berbeda. Namun, setiap orang juga mempunyai cara masing-masing dalam menghadapi dan mengatasi segala permasalahan yang dihadapi. 

Ada orang yang justru terlihat tampak tenang dan baik-baik saja namun sebenarnya ia tertekan oleh berbagai persoalan hidup yang ia hadapi. Hal tersebut biasa dinamakan duck syndrome.

Duck syndrome terjadi ketika Anda mencoba menciptakan ilusi kehidupan yang sempurna tetapi bekerja keras di bawah permukaan untuk menjaga semuanya tetap aman terkendali. Istilah ini menganalogikan bebek yang berenang seolah sangat tenang, tetapi kakinya berjuang keras untuk bergerak agar tubuhnya tetap bisa berada di atas permukaan air.

Penderita duck syndrome sangat ketakutan jika orang lain mengetahui kalau kehidupannya tidak sesempurna apa yang ditunjukkannya. Ada banyak faktor yang memengaruhi terjadi duck syndrome ini, salah satunya adalah faktor lingkungan, pola asuh, pola hidup, dan pengaruh media sosial. 

Meski tidak termasuk dalam golongan gangguan mental, duck syndrome jika diabaikan dapat menjadi salah satu hal yang serius. Setidaknya, ada lima gejala seseorang mengalami duck syndrome. Menyadur dari PsychCentral, Rabu, 25 Mei, yakni;

  • Sering membandingkan diri dengan orang lain
  • Merasa seperti orang lain lebih baik
  • Merasa seolah-olah Anda gagal memenuhi tuntutan hidup
  • Takut akan pengawasan atau kritikan
  • merasa seperti orang lain memanipulasi situasi untuk menguji kinerja Anda

Mengelola duck syndrome sedikit menantang karena masih belum banyak orang familiar dengan kondisi ini. Tetapi ada beberapa langkah mudah untuk Anda mengatasinya. Depresi dan kecemasan dapat terjadi sebagai akibat dari duck syndrome. Karena itu, mengelola duck syndrome mungkin paling baik ditangani dengan metode serupa dalam mengobati depresi dan gangguan kecemasan.

Menyadur Alodokter, ada tujuh cara yang bisa dilakukan untuk meredam duck syndrome.

  1. Lakukan konseling dengan pembimbing akademik atau konselor di sekolah atau kampus.
  2. Kenali kapasitas diri agar dapat bekerja sesuai dengan kemampuan.
  3. Belajar untuk mencintai diri sendiri.
  4. Jalani gaya hidup sehat, yakni dengan mengonsumsi makanan sehat, rutin berolahraga, serta menghindari rokok dan minuman beralkohol.
  5. Luangkan waktu untuk melakukan me time atau relaksasi guna mengurangi stres.
  6. Ubah pola pikir menjadi lebih positif dan berhenti membandingkan diri dengan orang lain.
  7. Jauhi media sosial untuk beberapa waktu.