Diduga Terlibat dalam Perdagangan Narkotika, Mantan Presiden Honduras Juan Orlando Hernandez Diekstradisi ke AS
JAKARTA - Pemerintah Amerika Serikat mengekstradisi mantan Presiden Honduras Juan Orlando Hernandez, terkait dugaan keterlibatan berpartisipasi dalam konspirasi impor kokain dan pelanggaran senjata api.
Hernandez merupakan Presiden Honduras yang menjabat sejak 27 Januari 2017 hingga 27 Januari 2022 lalu. Dakwaan yang disegel oleh Departemen Kehakiman AS menandai kejatuhan yang menakjubkan dari mantan sekutu Washington tersebut.
Jaksa federal di Manhattan, AS mengatakan Hernandez menerima jutaan dolar dari organisasi perdagangan narkoba, termasuk dari mantan pemimpin kartel Sinaloa Meksiko, Joaquin 'El Chapo' Guzman, kemudian menggunakan dana itu untuk memperkaya dirinya sendiri dan membiayai kampanye politiknya.
Sebagai gantinya, Hernandez dan pejabat Honduras lainnya memberi penyelundup narkoba perlindungan dari penyelidikan dan penangkapan, memberi mereka akses ke penegakan hukum dan informasi militer, serta mencegah ekstradisi mereka ke Amerika Serikat, menurut sebuah dakwaan.
"Hernandez menyalahgunakan posisinya sebagai Presiden Honduras dari 2014 hingga 2022 untuk mengoperasikan negara itu sebagai negara narkotika," kata Jaksa Agung AS Merrick Garland kepada wartawan di Washington, melansir Reuters 22 April.
"Hernandez bekerja erat dengan pejabat publik lainnya untuk melindungi pengiriman kokain menuju Amerika Serikat," sambungnya.
Hernandez adalah sekutu kunci Amerika Serikat selama pemerintahan Barack Obama dan Donald Trump, dalam operasi imigrasi dan anti-narkotika. Namun, Jaksa AS mengungkapkan dalam pengajuan pengadilan tahun lalu, Hernandez (53) sedang diselidiki sebagai bagian dari penyelidikan luas, terkait perdagangan narkotika berdarah Honduras.
Sementara itu, Presiden Joe Biden telah berfokus pada pemberantasan korupsi di Amerika Tengah sejak menjabat pada Januari 2021, dengan tujuan untuk membendung gelombang migran dari kawasan itu ke Amerika Serikat.
Sebelumnya, adik laki-laki Hernandez, Tony Hernandez, mantan anggota kongres Honduras, dijatuhi hukuman penjara seumur hidup di Amerika Serikat pada Maret 2021 setelah sebelumnya dinyatakan bersalah atas tuduhan perdagangan narkoba.
Mantan presiden telah membantah keras tuduhan itu, dengan alasan para pedagang yang ditangkap mencorengnya untuk membalas dendam terhadap pemerintahnya dan untuk mengurangi hukuman mereka.
Tetapi dia telah berjanji untuk bekerja sama dengan pihak berwenang, serta telah menggambarkan dirinya sebagai penentang keras perdagangan narkoba.
Di ibu kota Honduras, Tegucigalpa, mantan presiden yang diborgol itu dikawal ke bandara oleh barisan pasukan keamanan. Di sekitar bandara, puluhan orang berkumpul mengibarkan bendera biru putih negara itu untuk merayakan ekstradisi Hernandez.
Hernandez berangkat dengan pesawat US Drug Enforcement Administration (DEA) pada Kamis sore, diperkirakan akan muncul pertama kali di pengadilan federal Manhattan dalam beberapa hari mendatang.
Baca juga:
- Helm dan Rompi Pelindung Balistik yang Dipakai Presiden Zelensky serta Pengawalnya Buatan Turki, Dipesan Secara Khusus
- Inggris Jatuhkan Sanksi Terhadap Jenderal Rusia, Termasuk Komandan yang Diduga Terlibat Pembantaian Bucha
- Ledakan Guncang Masjid Syiah di Afghanistan Utara: 11 Orang Tewas, ISIS Klaim Bertanggung Jawab
- Perintah Tegas Presiden Putin ke Menhan Shoigu: Batalkan Penyerbuan ke Pabrik Mariupol, Blokir hingga Lalat Tidak Bisa Masuk
"Jika Anda mengubah kekuatan negara menjadi mesin penyelundup narkoba yang kejam, jika Anda membiarkan kekerasan dan pembunuhan berkembang di tangan kartel, maka DEA tidak akan berhenti untuk meminta pertanggungjawaban Anda," kata Administrator DEA Anne Milgram kepada wartawan.
Dakwaan diajukan pada 27 Januari, hari di mana Hernandez digantikan oleh politisi sayap kiri Xiomara Castro menyusul kemenangannya November atas Nasry Asfura, kandidat dari Partai Nasional sayap kanan, tetapi tetap disegel sampai Kamis.
Departemen Kehakiman A.S umumnya menahan diri dari mendakwa kepala negara yang sedang menjabat.
"Pemerintahan baru Honduras menginginkan bantuan kami. Tidak ada konflik antara kami melakukan pekerjaan semacam ini dan memiliki hubungan baik di Amerika Latin," jelas Garland.
Polisi Honduras menahan Hernandez pada pertengahan Februari menyusul permintaan ekstradisi AS, menurut dokumen Kedutaan Besar AS yang dilihat oleh Reuters pada saat itu.