Trump Positif COVID-19: Antara Simpati dan Antipati Dunia
JAKARTA - Kabar Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump positif COVID-19 mengundang simpati banyak pemimpin dunia. Kami menghimpun sejumlah respons yang diberikan masyarakat dunia, mulai dari tokoh politik, akademisi hingga media untuk Trump yang kini jadi bagian dari 34 juta pengidap virus corona baru.
“Malam ini, @FLOTUS (Melania Trump) dan saya dinyatakan positif COVID-19. Kami akan segera memulai proses karantina dan pemulihan. Kami akan melewati ini BERSAMA!” kicau Trump, dikutip CNA, Jumat, 2 Oktober.
Dari sisi investor, positifnya Trump memunculkan kekhawatiran, khususnya soal laju politik Trump di Pilpres AS, 3 November mendatang. Bukan apa-apa. Pilpres belum dilaksanakan saja, saham-saham di berbagai negara anjlok. Seperti di Jepang dan Australia, misalnya.
"Untuk mengatakan ini berpotensi menjadi masalah besar adalah pernyataan yang meremehkan. Bagaimanapun, semuanya sekarang berada di belakang ke putaran luar biasa terbaru dalam kampanye pemilu AS ini,” kata Rabobank dalam sebuah komentar.
Reaksi pemimpin dunia
Para pemimpin dan pejabat dunia ikut berkomentar atas hasil positif COVID-19 yang Trump dan istrinya dapatkan. Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyeusus, misalnya.
"Saya berharap kepada Presiden @realDonaldTrump dan @FLOTUS untuk pemulihan penuh dan cepat," kata Tedros Adhanom Ghebreyeusus dalam sebuah kicauan di Twitter.
Ucapan simpati dari Tedros menarik. Sebab, Trump semasa pandemi sering meremehkan WHO. Sampai-sampai, Trump ingin menarik seluruh pendanaan untuk WHO. Trump berasumsi bahwa WHO terlalu dekat dengan China.
Ucapan simpati juga datang dari Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi lewat kicaunya di Twitter. Hubungan yang baik antara AS-India membuat Modi langsung mendoakan Trump dan istrinya agar cepat sembuh. Bentuk perhatian itu tak lain karena India selama ini telah merasakan keuntungan bekerja sama dengan AS di bawah komando Trump.
Tak hanya yang mendukung, ada juga pemimpin negara yang menyindir Trump atas musibah yang menimpanya. Orang tersebut adalah Menteri Pertanian Australia David Littleproud. David berkelakar positifnya Trump mengidap COVID-19 sebagai wujud bahwa tak ada satu pun manusia yang kebal dengan COVID-19.
“Harapan terbaik kami untuk presiden dan ibu negara, tetapi itu menunjukkan bahwa tidak ada yang kebal dari COVID-19 dan tertular. Jadi itu menunjukkan bahwa apa pun tindakan pencegahannya, kita semua rentan terhadap hal ini,” ungkap David.
"Masa percobaan, dan itu menunjukkan bahwa pandemi global sebenarnya dapat menyentuh siapa saja, bahkan presiden Amerika Serikat,” tambahnya.
Senada dengan David, Gubernur Tokyo, Yuriko Koike pun ikut-ikutan menyindir Trump. Meski tak secara langsung, Koike berceloteh keengganan Trump untuk memakai masker mengingatkannya tentang seberapa penting penggunaan masker di Jepang.
Selanjutnya, komentar terkait Trump juga diungkap oleh media besar di seluruh dunia. saking populernya, hasil positif COVID-19 untuk Trump dan istrinya kemudian menjadi topik yang paling dicari di China. Pun di Aplikasi media sosial, Weibo. Dalam aplikasi menyerupai Twitter itu ragam komentar yang mengejek Trump paling sering muncul di halaman depan.
Kebencian itu nampaknya terbangun karena Trump sering kali menyalahkan pemerintah China akan penyebab dari kemunculan pandemi COVID-19. Editor Surat Kabar milik negara di China, Global Times, Hu Xijin bahkan ikut-ikutan menyindir Trump.
"Presiden Trump dan ibu negara telah membayar harga karena meremehkan COVID-19,” katanya lewat Twitter.
Komentar menohok juga disampaikan oleh televisi milik pemerintah Iran. Saat mengumumkan Trump terjangkit COVID-19, pembawa acara tampak mengumbar citra kurang menyenangkan dari orang nomor satu di AS, dengan menyebut sekelilingnya sedari dulu telah dikelilingi oleh COVID-19 raksasa.
Kemudian, Profesor ekonomi Universita Keio, Masaru Kaneko menilai pemimpin populis yang awalnya meremehkan COVID-19 pada akhirnya bisa serius melawan virus dari Wuhan. Dirinya mencontohkan apa yang terjadi pada PM Inggris, Boris Johnson dan Presiden Brasil, Jair Bolsonaro yang pada awalnya memang meremehkan virus tersebut.
"Dua pemimpin lainnya dengan serius menangani (virus) setelah mereka sendiri terinfeksi. Akankah AS mengikuti teladan mereka?,” tutup Masaru Kaneko.