RI Siap Monetisasi Perdagangan Karbon Rp8.000 Triliun, Presidensi G20 jadi Kendaraan Lobi Negara Maju
JAKARTA - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa hutan dan lautan Indonesia yang luas berpotensi menghasilkan kredit karbon yang dapat ditransaksikan di tingkat global untuk pencapaian target penurunan emisi di banyak negara.
Menurut dia, Indonesia dapat mengoptimalkan Presidensi G20 tahun ini untuk gencar melakukan kerja sama ini dengan negara-negara maju dalam forum tersebut.
“Indonesia memiliki potensi pendapatan sebesar 565,9 miliar dolar AS atau setara dengan Rp8.000 triliun dari perdagangan karbon di sektor kehutanan, mangrove dan gambut,” ujarnya dalam keterangan pers, dikutip Rabu 16 Maret.
Disebutkan jika setidaknya lima sektor penyumbang emisi karbon, yaitu kehutanan dan lahan, pertanian, energi dan transportasi, limbah, serta proses industri dan penggunaan produk. Dia mengungkapkan bahwa pemerintah kini terus menggodok berbagai kebijakan untuk menanggulangi emisi karbon di berbagai sektor tersebut.
Misalnya, sambung Airlangga, kebijakan di bidang pertanahan berupa restorasi gambut, rehabilitasi mangrove, dan pencegahan deforestasi menjadi lahan pertanian. Kemudian, di bidang persampahan termasuk pengelolaan sampah melalui ekonomi sirkular.
Baca juga:
- Deretan Bohir Besar Sawit RI dan Paling Licin di Urusan Minyak Goreng, Ada Konglomerat Anthony Salim, Martua Sitorus, hingga Sukanto Tanoto
- Bidik Kemiskinan Turun, Menko Airlangga Serahkan Bantuan Tunai Pemerintah ke Nelayan Labuan Bajo
- PLN Dikabarkan Dapat Rp8,7 Triliun untuk Bangun PLTA Pumped Storage Pertama di Asia Tenggara
“Sektor fiskal mencakup penerapan pajak karbon dan penghapusan subsidi energi secara menyeluruh pada 2030 mendatang,” tuturnya.
Lebih lanjut Airlangga menjelaskan pula kebijakan yang diterapkan di bidang energi dan transportasi, misalnya dengan beralih ke kendaraan listrik hingga 95 persen dari total kendaraan dan menggunakan Energi Baru dan Terbarukan mendekati 100 persen pada 2060.
Sebagai informasi, anggaran perubahan iklim rata-rata mencapai 4,1 persen dari APBN. Dari besaran itu 88,1 persen diantaranya dibelanjakan dalam bentuk infrastruktur hijau sebagai modal utama transformasi ekonomi hijau di Tanah Air.
Komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon tertuang dalam UU Nomor 71 Tahun 2021 dan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 yang menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca di Indonesia sekitar 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030.
“Indonesia menetapkan target net zero emission pada 2060 atau lebih cepat jika mendapat dukungan internasional,” tutup Menko Airlangga.