Polda Bengkulu Investigasi Terkait Jual Beli Kawasan Hutan Habitat Gajah

BENGKULU - Kepolisian Daerah (Polda) Bengkulu menurunkan tim untuk melakukan pemeriksaan terkait dugaan kasus jual beli hutan yang menjadi habitat gajah Sumatera (Elephas maximus Sumatranus) yang tersisa di Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu.

Kapolda Bengkulu Irjen Pol. Agung Wicaksono melalui Kabid Humas Polda Kombes Pol Sudarno, mengatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi dan Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) terkait masalah itu

"Nanti diturunkan tim untuk melakukan penyelidikan dan akan dikoordinasikan dengan Pemprov Bengkulu dan TNKS," kata Sudarno di Bengkulu, Selasa 1 Maret.

Penanggung Jawab Konsorsium Bentang Alam Seblat, Ali Akbar mengatakan bahwa berdasarkan hasil investigasi selama delapan bulan dan pemantauan rutin yang dilakukan secara kolaboratif oleh anggota Konsorsium Bentang Alam Seblat diduga kuat terjadi jual beli kawasan hutan habitat gajah hingga ratusan hektare di wilayah Kabupaten Mukomuko.

Selain itu, katanya, hasil analisis tutupan hutan yang dilakukan Konsorsium Bentang Alam Seblat di wilayah kerja Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) koridor gajah seluas 80.987 hektare diketahui seluas 39.812,34 hektare atau 49 persen telah menjadi hutan lahan kering sekunder dan seluas 23.740,06 hektare atau 29 persennya telah beralih fungsi menjadi nonhutan.

Konsorsium menilai penegakan aturan lemah, terutama dari pemangku kawasan yang membuat aksi para mafia jual beli kawasan hutan ini semakin dilakukan terang-terangan, katanya.

Bahkan, paparnya, di kalangan masyarakat  harga jual kawasan hutan yang telah ditebang kayunya dan siap ditanami sawit dijual kisaran Rp10 juta hingga Rp15 juta per hektare.

Sejumlah kawasan yang mendapat tekanan tinggi akibat perambahan hutan, antara lain Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis, Hutan Produksi Air Rami, dan Hutan Produksi Air Teramang.