Anak Buah Ridwan Kamil Punya Analisa Kenapa Jabar Selalu Alami Kenaikan COVID-19 yang Tinggi
JAKARTA - Kadinkes Jawa Barat, Nina Susana Dewi menjelaskan kalau mobilitas antar kota yang dilakukan oleh masyarakat, menjadi penyebab kasus COVID-19 di Jabar selalu alami kenaikan.
"Kalau kita lihat pergerakan mobilisasi masyarakat di area Jakarta dengan daerah sekitar, itu sangat tinggi. Memang kenyataannya seperti pada penduduk Depok, ada yang bekerja di Jakarta begitu juga sebaliknya,” kata Nina dalam zoominar 'Strategi Menghadapi Gelombang Ketiga Pandemi', Jumat 18 Februari dikutip dari Antara.
Menurut Nina, meskipun pemerintah setempat sudah gencar melakukan mitigasi baik melalui pelacakan juga penelusuran kasus, mobilitas yang dilakukan oleh masyarakat antar kota tersebut tidak dapat dihindari karena berbagai faktor kebutuhan.
Lonjakan kasus juga tak dapat dihindari meski sejumlah pihak seperti Kodam Jaya sudah membantu menggencarkan perluasan cakupan vaksinasi COVID-19 di Provinsi Jawa Barat.
"Itu sebabnya, walaupun kami sudah melakukan hal yang optimal, mobilitas tersebut tidak bisa dengan ringan dapat dicegah. Sehingga itu menyebabkan Jawa Barat selalu menjadi yang kedua setelah Jakarta," kata Nina.
Walaupun demikian, mobilitas yang terjadi di setiap kota Jawa Barat seperti Bandung Raya tidak dapat disamaratakan. Sebab kondisi di Bandung Raya, lebih dari 60 persen penduduknya berasal dari luar Bandung dan menciptakan kondisi pergerakan menjadi sangat tinggi.
Akibatnya, kasus di kota tersebut stabil dalam mengalami kenaikan kasus.
"Kita akui aglomerasi itu memang bukan main, cepat sekali peningkatan (kasus) di kota-kota yang termasuk aglomerasi,” kata Nina.
Baca juga:
Senada dengan Nina, Kepala Sub Bidang Dukungan Kesehatan Satgas COVID-19 Brigjen TNI Purn Alexander K. Ginting mengatakan Jawa Barat turut menjadi salah satu provinsi dengan angka positivity rate tertinggi.
Bila melihat data Satgas terkait tingkat positivity rate per provinsi pada 16 Februari 2022, Jawa Barat masuk bersama dengan empat provinsi lainnya yakni Banten, Jawa Tengah, Sulawesi Utara dan DKI Jakarta.
Alexander turut menyebutkan bila daerah yang memiliki angka kematian dan kasus kesakitan tertinggi masih terus berputar pada daerah di sekitar pulau Jawa-Bali. Seperti pada Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, DKI Jakarta dan Bali.
Provinsi dengan tingginya angka tersebut, kata Alexander, merupakan daerah yang memiliki jumlah populasi penduduk padat dan memiliki infrastruktur yang bagus dan memadai. Sehingga jumlah kasus aktif yang ditemukan cukup tinggi.
“Jadi kasus aktif ada di daerah ini cukup tinggi. Kemudian kematian karena Omicron juga ada pada daerah yang vaksinasinya sudah cukup tinggi dan juga pada mereka infrastruktur rumah sakitnya bagus,” ucap dia.