Alasan DPR soal Target 30 Persen Keterwakilan Perempuan Anggota KPU-Bawaslu
JAKARTA - Komisi II DPR RI telah menetapkan tujuh anggota KPU RI dan lima anggota Bawaslu RI periode 2022-2027. Namun, sejumlah pihak menyayangkan DPR karena tak mengindahkan syarat keterwakilan perempuan minimal 30 persen dalam pemilihan calon penyelenggara Pemilu terpilih 2022-2027.
Menyikapi itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi NasDem, Saan Mustopa, mengungkapkan alasan tak tercapainya target 30 persen keterwakilan perempuan dalam komposisi anggota KPU-Bawaslu RI periode 2022-2027.
Di mana, dari 7 Komisioner KPU RI dan 5 anggota Bawaslu RI terpilih, kaum perempuan hanya diwakili Betty Epsilon Idroos di KPU dan Lolly Suhenty di Bawaslu.
Menurut Saan, pada dasarnya DPR memiliki komitmen tinggi untuk mendorong keterwakilan 30 persen perempuan. Namun, kata dia, hanya muncul dua nama yang merupakan hasil dari proses pemilihan di DPR.
"Ketika di DPR itu kan ada proses politik, ada proses negosiasi. Akhirnya ya kita hanya bisa satu lagi," ujar Saan kepada wartawan di Gedung DPR, Kamis, 17 Februari.
Meski begitu, politikus NasDem itu mengklaim bahwa Komisi II DPR terus mengupayakan keanggotaan KPU-Bawaslu RI yang baru ini dengan target 30 persen keterwakilan perempuan.
"Itu yang akan kita dorong KPU yang baru. Ketika nanti melakukan seleksi, melakukan pembentukan KPU-KPU di provinsi dan kabupaten/kota, Bawaslu provinsi kabupaten/kota, memperhatikan agar keterwakilan 30 persen perempuan itu bisa terwujud. Kita akan dorong di situ," kata Saan Mustopa.
Sementara, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Junimart Girsang, menilai seharusnya pihak yang menyayangkan hasil tersebut juga melihat berapa jumlah calon penyelenggara pemilu yang diajukan oleh tim seleksi (Timsel).
"Masuk enggak 30 persen? Misalnya masuk. Apakah kami harus pilih 3 itu? Kami kan tidak mau terjebak juga," ujar Junimart di Gedung DPR, Kamis, 17 Februari.
Legislator PDIP itu menjelaskan bahwa jumlah perempuan yang ditawarkan Timsel jumlahnya hanya 30 persen. Komisi II DPR, kata Junimart, tentu harus objektif memilih calon-calon perempuan yang benar-benar layak untuk dipilih.
"Jadi kami jangan dibenturkan kepada dilematis. KPU itu kan perempuan ada 1, Bawaslu 1, keterwakilan di situ, gitu lho," jelasnya.
"Kecuali 5 diajukan perempuan ke KPU, kami kan enak, nyaman untuk menentukan. Tapi kalau 3 dari 14 sementara kami pilih 7, ini bagaimana? Apakah yang tiga harus kami loloskan? Kita harus objektif juga lah menyikapi ini," sambungnya.
Sebelumnya, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyesalkan DPR yang tidak memperhatikan keterwakilan perempuan.
"Saya sangat menyesalkan DPR, khususnya Komisi II DPR yang tidak mengindahkan ketentuan Konstitusi maupun UU Pemilu yang meminta pengisian keanggotaan KPU dan Bawaslu memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen. Memperhatikan keterwakilan perempuan tidak bisa dianggap sekadar menempatkan perempuan secara ala kadarnya. Sebab mereka diberi otoritas penuh untuk memutuskan," ujar anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini, kepada wartawan Kamis, 17 Februari.
Titi menilai DPR mengulang tradisi 2012 dengan hanya menempatkan satu orang perempuan dalam jajaran KPU dan Bawaslu. Padahal menurut Titi banyak dorongan publik yang menginginkan penguatan keterwakilan perempuan di KPU dan Bawaslu.
"Sayangnya mereka mengulangi kembali tradisi sejak 2012, hanya menempatkan satu orang perempuan di keanggotaan KPU dan Bawaslu. Padahal ada desakan dan dorongan publik yang amat kuat untuk itu. Saya merasa keberanian DPR untuk mengabaikan aspirasi banyak komponen masyarakat soal penguatan keterwakilan perempuan di KPU dan Bawaslu merupakan indikasi buruk terhadap masa depan pemilu yang lebih inklusif dan ramah perempuan pada 2024 mendatang. Saya pesimis akan ada kondisi yang menjanjikan kemajuan soal keterwakilan perempuan di bidang politik kita ke depannya," tuturnya.
Titi menilai Pemilu 2024 akan menjadi pemilu yang tidak biasa bagi Indonesia. Pasalnya pemungutan suara pemilu akan dilakukan di hari yang sama dengan pilkada.
Tidak hanya itu, pemilu akan dilakukan di tengah masa pandemi COVID-19. Serta di tengah proses pemindahan ibu kota negara yang mempengaruhi fokus para pejabat.
Baca juga:
"Pemilu 2024 juga di tengah proses pemindahan ibukota negara yang bisa mempengaruhi fokus dan konsentrasi para pejabat dan aparatur negara dalam mempersiapkan pemilu," tuturnya.
Dia menuturkan, calon KPU dan Bawaslu terpilih banyak menawarkan inovasi dan terobosan dalam pelaksanaan dan pengawasan Pemilu 2024. Hal ini baik penggunaan teknologi maupun sinergi.
"Untuk itu mereka harus segera mengkonsolidasikan berbagai hal yang ditawarkan itu dengan internal kelembagaan KPU dan Bawaslu serta berbagai pihak eksternal lain yang berkaitan dengan rencana kerja dan ketersediaan anggaran dalam menopang seluruh gagasan yang akan mereka lakukan itu. Kalau terlalu terlambat, jangan-jangan apa yang mereka paparkan saat uji kelayakan dan kepatutan akan jadi sesuatu yang mengawang-awang dan tidak mampu direalisasikan," pungkasnya.
Diketahui, Komisi II DPR RI telah menetapkan anggota KPU dan Bawaslu terpilih periode 2022-2027 pada Rabu, 16 Februari, malam.
Tujuh anggota KPU terpilih adalah Betty Epsilon Idroos, Hasyim Asy'ari, Mochammad Afifuddin, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik dan August Mellaz.
Sementara untuk lima anggota Bawaslu RI adalah Lolly Suhenty, Puadi, Rahmat Bagja, Totok Haryono dan Herwyn Jefler Hielsa Malonda.