Langkah Presiden Tangani Banjir Jabodetabek
JAKARTA - Curah hujan ekstrem di awal tahun 2020 mengakibatkan banjir di berbagai wilayah Jakarta, Banten, dan beberapa kota lainnya sejak Rabu, 1 Januari.
Presiden Joko Widodo menyatakan, banjir di ibu kota dan sekitarnya paling parah terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Krukut, Ciliwung, Cakung, dan Sunter. Pemerintah pun sudah melakukan penanganan terkait masalah itu.
"Sebagai penanganan darurat, telah difungsikan pompa, karung pasir, bronjong dan tanki agar kawasan dan prasarana publik segera berfungsi kembali," kata Jokowi di akun Twitternya, @jokowi, Kamis, 2 Januari.
Dia menambahkan, pemerintah telah melakukan pemabangunan prasarana pengendalian banjir pada keempat sungai tersebut, namun terkendala sejak 2017 karena pembebasan lahan.
Sungai Ciliwung misalnya, sudah ditangani 16 km dari rencana 33 km. Di hulunya dibangun Bendungan Ciawi dan Sukamahi. "Kedua bendungan direncanakan selesai akhir 2020," kata dia sambil menambahkan percepatan pelaksanaan Sudetan Sungai Ciliwung dari Sungai Ciliwung ke Sungai Cipinang, sedang berlanjut.
"Masyarakat pun setempat telah menyetujui pemanfaatan lahan untuk kelanjutan pembangunan sudetan sepanjang 600 meter dari keseluruhan 1.200 meter," kata dia.
Jumlah pengungsi banjir di Jabodetabek masih cukup tinggi, tercatat 62 ribu warga mengungsi di 302 titik pengungsian. Sebanyak 16 orang dari berbagai daerah, meninggal dunia, kebanyakan karena hipotermia.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan, proses evakuasi sulit dilakukan karena kuantitas perahu karet sedikit. Serta, beberapa wilayah punya rintangan yang cukup sulit dilalui karena derasnya arus.
"Mungkin proses (evakuasi) agak sedikit lambat, karena jumlah bantuan yang tergelar di lapangan itu masih terbatas. Mudah-mudahan masyarakat saudara-saudara kita yang tertimpa musibah ini bisa tertolong secepat mungkin dengan cara-cara yang sangat baik," kata Doni di Graha BNPB, Jalan Pramuka, Jakarta Timur, Kamis, 2 Januari.
Doni menerangkan, BNPB menunjuk wali kota tiap wilayah se-Jabodetabek menjadi komando lapangan penanganan banjir. Penunjukan tugas ini dilakukan guna memaksimalkan proses evakuasi dan meminimalisasi bertambahnya korban banjir. Hal ini diputuskan berdasarkan hasil rapat koordinasi BNPB, TNI, Polri, serta pejabat daerah se-Jabodetabek hari ini.
"Jadi setiap daerah kita atur sedemikian rupa, termasuk juga nanti dari kementerian. Jadi momen rapat ini adalah untuk sinergitas. Enggak bisa lagi tiap-tiap lembaga kementerian kerja sendiri," ucap Doni.
Lebih lanjut, Doni mengimbau kepada masyarakat untuk tidak segan meminta pertolongan secepatnya dengan menghubungi posko terdekat hingga Wali kotanya masing-masing. Dia menambahkan, seluruh pihak diminta melakukan koordinasi antar lembaga untuk menangani bencana banjir ini.
"Diperlukan tim gabungan. Ketika nanti ada yang butuh bantuan, maka proses untuk evakuasi berjalan. Daerah-daerah yang sudah kesulitan transportasi daratnya, lalinnya, terutama nanti ada masyarakat yang perlu dievakuasi ke rumah sakit dan terhenti," ujar Doni.
Sementara itu, Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Agus Wibowo mengatakan, standar penanganan bencana umumnya 7-14 hari. Untuk banjir Jabodetabek ini, Agus belum bisa memastikan status kedaruratannya.
"Pak Doni kan sudah menyampaikan BNPB bisa menentukan status darurat juga biasanya 14 hari," kata dia sambil menambahkan logistik makanan dalam keadaan cukup untuk status darurat ini.
Agus menambahkan, prediksi BMKG, hujan akan terus terjadi Maret. Karenanya, potensi banjir yang tinggi jadi fokus utama BNPB dalam proses evakuasinya. "Karenanya, mereka yang di daerah-daerah tinggi, atau potensinya meninggu, harus segera mengungsi untuk sementara," tutur dia.