Tak Setuju Kemenag, MUI dan Polri Petakan Masjid Berbasis Radikalisme, PKS: Timbulkan Konflik di Masyarakat
JAKARTA - Fraksi PKS DPR RI menyoroti pemetaan masjid berbasis radikalisme oleh Kementerian Agama (Kemenag), Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Polri. Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS, Iskan Qolba Lubis menilai rencana tersebut sangat tidak bisa dilakukan.
Sebab menurutnya, kondisi ini bisa menjadikan konflik antarmasyarakat. Di mana terjadi diskriminasi lantaran hanya tempat ibadah umat Islam saja yang dipetakan. Apalagi tanpa merinci kategori dan lokasi masjidnya.
"Pemetaan masjid ini diterima dengan syarat yang ketat, ini jelas bisa menimbulkan konflik di masyarakat kita. Pasalnya ini dapat memberikan warna dan kategori pada sejumlah masjid," ujar Iskan dalam keterangannya, Jumat, 4 Februari.
Iskan menilai, Badan Intelijen dan Keamanan (Baintelkam) Polri harus mengkaji ulang pernyataannya untuk pemetaan masjid. Agar jangan sampai nanti bisa menimbulkan kecemburuan sosial di tengah masyarakat.
"Ini bisa menjadi suatu sikap yang diskriminatif nanti nya karena hanya menyasar kepada tempat ibadah umat Islam,” kata Iskan.
Menurut dia, pemetaan penyebaran paham radikal itu harusnya dilakukan secara adil dengan menyasar tempat ibadah agama lain. Serta harus difokuskan kepada kelompok separatis.
“Saya tidak setuju juga dengan kecurigaan dari Polri karena alasan yang tidak berdasar. Kenapa seakan dikhususkan untuk masjid saja, inilah yang harus kita pahami bahwa jika memang ada penyebaran radikalisme di masjid, itu akan dengan mudah terungkap berkat adanya media sosial," jelasnya.
"Lebih baik pihak kepolisian itu langsung melakukan penindakan terhadap pelaku penyebaran radikalisme tersebut dan tidak cuma melakukan pemetaan, tapi juga harus difokuskan untuk kelompok separatis yang sudah sangat mengganggu NKRI ini,” sambungnya.
Oleh karena itu, politikus PKS ini menyarankan agara pemetaan masjid ini dievaluasi kembali. Jangan sampai, kata Iskan, dampaknya nanti akan memicu konflik di masyarakat.
“Saya rasa pemetaan masjid ini harus dievaluasi atau dikaji lagi terlebih dahulu, dengan nantinya kepolisian agar meninjau ulang langkah-langkah pemetaan masjid di berbagai daerah itu," ucapnya.
"Satu lagi yang penting tentang pemberian stigma dari kepolisian itu sangat mungkin menimbulkan konflik horizontal di masyarakat,” lanjut dia.
Terlebih, tambah Iskan, stigma itu bukan berasal dari institusi keamanan negara. Sementara terkait pelabelan yang dilakukan kepolisian, kata dia, justru bukan metode tepat untuk mengumpulkan informasi di tengah permasalahan radikalisme saat ini.
Baca juga:
- KSAD Dudung Dilaporkan ke Puspomad, Panglima TNI: Kami Tindaklanjuti
- Sindir Keras Bahar Smith, Abu Janda: Dulu Rocky Gerung Sebut Kitab Suci Hanya Fiksi Dibela Mati-matian
- Polemik Jenderal Dudung - Habib Bahar, Pengamat: Tak Elok KSAD Berseteru dengan Rakyat
- KPK Tegaskan Usut TPPU Pejabat yang Libatkan Keluarga hingga Pacar
“Oleh karenanya, teknis (pengumpulan data) itu perlu ditinjau lagi, labelling atau stigma tidak menyelesaikan masalah, justru bisa menciptakan resistensi,” pungkas Iskan.
Sebelumnya, Direktur Keamanan Negara Badan Intelijen Keamanan Mabes Polri, Brigjen Umar Effendi berencana melakukan memetakan masjid-masjid untuk mencegah penyebaran paham terorisme.
Meski demikian, Umar tak merinci masjid mana saja yang masuk dalam pemetaan Polri tersebut. Dia hanya mengatakan ada masjid yang cenderung 'keras'.
"Kemarin kita juga sepakat dalam diskusi mapping masjid, Pak. Mohon maaf," kata Umar dalam agenda Halaqah Kebangsaan Optimalisasi Islam Wasathiyah dalam Mencegah Ekstremisme dan Terorisme yang digelar MUI disiarkan di kanal YouTube MUI, Rabu, 26 Februari.
"Masjid warnanya macam-macam ada yang hijau, ada yang keras, ada yang semi keras dan sebagainya. Ini jadi perhatian kita semua," kata Umar.