Pro Kontra Penyerang Novel Baswedan, Mahfud MD: Nanti Dibuka di Pengadilan

JAKARTA - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD angkat bicara soal kejanggalan dalam penangkapan tersangka penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan. Menurut Mahfud, tak masalah jika ada publik menganggap ada kejanggalan dalam penangkapan RM dan RB sebab pemerintah memang tak bisa menyenangkan semua pihak.

"Apapun yang ditemukan pemerintah pasti ada yang bertepuk karena senang, pasti ada yang mengkritik. Itu bagian dari kritik," kata Mahfud kepada wartawan di Jakarta, Senin, 30 Desember.

Sedangkan terkait adanya kejanggalan dalam sketsa pelaku, menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini ada baiknya dibuktikan saja di pengadilan. Karena tentunya pengadilan lebih punya kemampuan dalam menentukan hal tersebut.

"Misalnya dari sekian kotak-kotak, sekian titik itu 388, 338 dari empat ratus titik itu cocok, yang ini masih meragukan. Kira-kira begitu, nanti buktikan di pengadilan nanti ada teknologinya sendiri," jelas Mahfud.

Sebagai Menkopolhukam, dia juga menegaskan penanganan kasus Novel Baswedan yang akan menjelang babak baru bakal dilakukan secara transparan.

Mahfud bahkan mengatakan, kepolisian tak bakal bisa diintervensi kasus tersebut apalagi jika sudah diproses ke pengadilan. "Pengadilan bukan anak buahnya polisi, pengadilan ndak bisa didikte, kejaksaan juga bukan anak buahnya polisi," tegasnya.

Sebelumnya, pengungkapan terduga pelaku penyerangan Novel, menimbulkan beberapa kejanggalan dan belum memberikan kepastian informasi yang utuh terhadap kasus ini.

Salah satu anggota tim Advokasi Novel Baswedan, Alghifari Aqsa mempertanyakan kebenaran kabar bahwa pelaku penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan telah ditangkap polisi. Hal itu diragukannya karena terdapat pula informasi yang menyebut kedua pelaku penyerangan itu menyerahkan diri ke polisi.

"Kepolisian harus mengungkap motif pelaku tiba-tiba menyerahkan diri, apabila benar bukan ditangkap. Dan juga harus dipastikan bahwa yang bersangkutan bukanlah orang yang "pasang badan" untuk menutupi pelaku yang perannya lebih besar," kata Alghifari dalam keterangan tertulis yang diterima VOI, Jumat, 27 Desember.

Alghif menilai banyak hal janggal yang perlu dijelaskan oleh pihak kepolisian. Salah satunya mengenai terbitnya Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) tertanggal 23 Desember 2019 yang menyatakan pelakunya belum diketahui. Itu artinya hanya empat hari sebelum pengungkapan diumumkan ke publik pada 27 Desember.

Perbedaan keterangan tersebut harus bisa diklarifikasi oleh Polri. Pasalnya, temuan-temuan polisi seolah-olah baru dan tidak sinkron dengan apa yang pernah disampaikan dalam pemberitaan, misalnya sketsa wajah pelaku yang pernah dikeluarkan Polri.