Pencopotan Kapolrestabes Medan Meski Tak Terima Uang Suap Istri Bandar Narkoba
MEDAN - Beberapa pejabat Polrestabes Medan telah dicopot terkait dugaan penerimaan suap dari istri bandar narkoba. Tercatat, ada tiga orang yang kehilangan jabatannya.
Dugaan penerimaan suap sebesar Rp300 juta ini muncul berdasarkan hasil persidangan kasus kepemilikan narkoba. Di mana, eks anggota polisi Satnarkoba Polrestabes Medan, Bripka Ricardo dihadirkan sebagai saksi.
Ricardo juga menjadi terdakwa dan ditahan dalam perkara lain, yakni menggelapkan barang bukti uang kasus narkoba.
Dalam persidangan itu, sejumlah nama pejabat terseret. Namun, yang paling disorot adalah Kapolrestabes Medan Kombes Riko Sunarko.
Tetap Dicopot Walau Tak Tebukti
Munculnya dugaan itu langsung ditindaklanjuti Polda Sumatera Utara. Di mana, penyelidikan internal pun dilakukan.
Dari hasil pemeriksaan dan penyelidikan, tak ditemukan keterlibatan atau penerimaan uang dari istri bandar narkoba oleh Kapolrestabes Medan Kombes Riko Sunarko.
Meski demikian, Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol RZ Panca Putra tetap mencopot Kapolrestabes Medan Kombes Pol Riko Sunarko dari jabatannya. Riko saat ini ditarik ke Polda Sumut.
Namun, pencopotan ini bukan karena menerima suap sebesar Rp160 juta dari seorang istri bandar narkoba.
Hal ini berdasarkan hasil pendalaman tim gabungan Propam Polda Sumut dan Mabes Polri. Tim gabungan sudah memeriksa 12 orang saksi. Salah satunya pengacara Ricardo Siahaan.
Panca menjelaskan, dari hasil pemeriksaan, tim tidak menemukan bukti bahwa Kapolrestabes Medan ada memerintah agar sisa uang Rp160 juta digunakan untuk release, membeli sepeda motor serta untuk pengawasan dan pemeriksaan (wasrik).
"Kapolrestabes juga tidak tahu adanya penggelapan uang Rp600 juta yang dilakukan oleh Ricardo Siahaan, dan tidak tahu ada penerimaan Rp300 juta untuk membebaskan Imayanti, istri bandar narkoba agar tidak ditahan," kata Panca dalam keterangannya, Sabtu, 22 Januari.
Namun, Rico ternyata terbukti memerintahkan Kasat Narkoba Kompol Oloan Siahaan membeli sepeda motor sebagai hadiah kepada anggota Koramil yg berhasil mengungkap ganja, dengan harga Rp13 juta.
Baca juga:
Namun Rp7 juta sudah dibayar oleh Kapolrestabes, sedangkan sisanya Rp6 juta dibayar oleh Kompol Oloan Siahaan.
"Hal ini mestinya tidak boleh terjadi karena sebagai atasan dia tidak boleh membebankan sisa pembayan tersebut kepada bawahannya. Hal ini sesuai Pasal 7 ayat (2) point (a) Perkap No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri. Karena itu kita tidak boleh mendzolimi seseorang dengan mengatakan dia tahu tapi kenyataannya tidak tahu," jelas Panca.
Dengan fakta di atas, Panca akhirnya menarik Kapolrestabes ke Polda Sumut. Dia diduga melakukan pelanggaran pengalahgunaan wewenang dibidang pengawasan yang dilakukan seorang atasan.
"Jadi Kapolrestabes kita tarik ke Polda dalam rangka pemeriksaan bukan karena yang bersangkutan menerima suap atau memerintahkan penggunaan sisa uang 160 jt, tapi perannya sebagai atasan tidak menjalankan perannya dengan baik," ungkapnya.
Kasat dan Kanit Narkoba
Dalam rangkain kasus ini, Polda Sumatera Utara pun sebelumnya telah mencopot dua pejabat Polrestabes Medan. Mereka adalah Kasat dan Kanit Narkoba.
Kabid Humas Polda Sumatera Utara Kombes Hadi Wahyudi mengatakan pencopotan terhadap Kasat Narkoba sudah dilakukan sejak beberapa bulan lalu. Keputusan mutasi berdasarkan hasil sidang etik profesi.
"Kasat narkoba sudah dimutasi sejak Agustus," ungkap Hadi.
Hasil sidang etik, kata Hadi, memutuskan Kasat Narkoba Polrestabes Medan bersalah. Dia dinilai tak bisa mengawasi jajarannya.
"Terbukti dari hasil sidang disiplin lalai dalam pengawasan kepada anggotanya," kata Hadi.
Bahkan, dalam persoalan dugaan penerimaan suap dari istri bandar narkoba ini, ada pejabat Polrestabes Medan lainnya yang ikut dicopot. Dia merupakan Kanit Reserse Narkoba.
Hanya saja, Hadi tak merinci alasan di baliknya. Termasuk peran atau keterlibatan dalam penerimaan suap tersebut.
"Kanit AKP Paul (juga dimutasi, red)," kat Hadi.
Tujuan Mutasi
Pencopotan ketiga pejabat Polrestabes Medan ini dianggap ada maksud dan tujuannya.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Dr Edi Hasibuan mengatakan, pencopotan untuk menjaga marwah Kepolisian.
"Kami sepenuhnya mendukung tindakan tegas pencopotan Kapolrestabes Medan. Keputusan ini demi menjaga marwah
Kepolisian di tengah masyarakat," kata Edi.
Berdasarkan pemeriksaan Propam Polri, kata Edi, Kapolrestabes Medan dicopot bukan menerima suap tapi karena penyalahgunaan kewenangan dan tidak cakap mengawasi anak buahnya sehingga melanggar kode etik profesi Polri.
Menurut pakar hukum Kepolisian Universitas Bhayangkara Jakarta ini, pencopotan ini menunjukkan ada permasalahan dalam kepemimpinan dan pengawasan oleh Riko saat menjadi Kapolrestabes Medan sehingga terjadi penyalahgunaan kewenangan.
Pengawasan yang tidak dijalankan dengan baik bisa dinilai masyarakat sebagai pembiaran di Satuan Reserse Narkoba Narkoba," ujarnya.
Dia menilai, perbuatan Kapolrestabes yang membebankan perintah pembayaran kepada Kasat Narkoba tidak boleh terjadi. "Ini sama saja menyuruh anak buah menyalahgunakan kewenangan," katanya.
Edi mengajak seluruh jajaran Polri untuk terus meningkatkan profesionalisme dan pengawasan kepada jajarannya.
"Kita jadikan kasus suap di Medan sebagai bahan introspeksi untuk perbaikan dan pembenahan menuju Polri yang semakin presisi," ujarnya.