Eksklusif Amanda Rawles Belajar Melawan Pelecehan Seksual
JAKARTA - Amanda Rawles malang melintang di industri hiburan lewat akting. Setiap peran, baginya, adalah proses pembelajaran. Amanda tumbuh dewasa bersama dengan peran-peran yang dilakoninya.
Memulai karier dari dunia sinetron, namanya semakin dikenal setelah ia terjun ke layar lebar. Salah satu yang membesarkan karier Amanda Rawles adalah trilogi Dear Nathan. Diadaptasi dari buku karangan Erisca Febriani, Amanda berperan sebagai Salma, seorang murid baru di SMA Garuda.
Dear Nathan mengisahkan perjalanan Salma dan Nathan (diperankan Jefri Nichol) sejak bersekolah hingga dewasa dan memulai pendidikan kuliah. Tidak terasa, kisah mereka akan berakhir lewat Dear Nathan: Thank You Salma.
“Di sini perbedaannya adalah Salma itu udah jauh lebih dewasa, beranjak ke fase kuliah, lebih dewasa, bisa juga dibilang ya lebih bijak dari sebelum-sebelumnya. Terus di sini dia lebih berani sih ungkapin perasaan dia, isi hati dia sama Nathan dan jauh lebih pede (percaya diri) dari yang pertama,” jawab Amanda Rawles mengenai Salma.
Amanda akui, Salma sudah menjadi bagian dari kehidupannya. Bukan cuma sebuah karakter tapi sosok Salma melekat dalam pilihan dan sudut pandang perempuan kelahiran 25 Agustus ini.
“Senang banget sih bisa dapet peran yang aku bisa tumbuh bareng sama karakternya. Pas Salma SMA, aku juga masih SMA, Salma yang Hello Salma itu mengalami mental health problem itu juga aku mengalami fase yang sama dan yang ketiga masuk perkuliahan dan aku juga baru masuk kuliah,” tutur Amanda saat berbincang dengan VOI secara virtual beberapa waktu lalu.
“Pastinya banyak karakter Salma yang sumbernya Amanda sendiri gitu, karakter yang aku terapkan kepada Salma dan begitupun juga sebaliknya. Misalnya di Thank You Salma ini si Salma kan idealis banget ya terus makin ke sini makin terlihat idealisnya,” kata Amanda.
Sama dengan aktor Jefri Nichol yang menjadi lawan mainnya. Amanda menyebut trilogi Dear Nathan bukan satu-satunya proyek yang mempertemukan dia dengan Nichol tapi rasa senang selalu hadir di antara keduanya kala beradu peran sebagai Nathan dan Salma.
“Sebenarnya aku selalu suka ya syuting sama Jefri gitu. Walaupun kita udah main banyak film tapi chemistry kita di film Thank You Salma ini beda banget. Chemistrynya jauh lebih berkembang juga mungkin karena kita sudah kenal lama, udah nyaman jadi gampang banget untuk bikin discuss tentang karakter-karakter kita,” kata Amanda.
Perempuan 21 tahun ini sempat mengalami kesulitan karena harus menjaga karakter Salma yang identik dengan ramah dan ceria. Apalagi cerita Dear Nathan: Thank You Salma dirilis sedikit jauh dari rentan waktu film kedua dan ketiga.
Baca juga:
“Sebenarnya menjadi tantangan buat aku karena di sini yang bisa menjaga konsistensi karakternya adalah pemainnya sendiri karena director-nya kan berbeda jadi itu sempat jadi tantangan,” jelas Amanda.
Semakin lama tinggal dengan karakter Salma, Amanda pun merasa dia mulai mengerti apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan seorang Salma. “Kekurangan dari Salma, banyak sih. Dia juga egonya cukup tinggi, cukup keras kepala gitu, kadang dia selalu ngerasa bener dan menilai pokoknya ikut gue, gue tuh bener,” kata Amanda Rawles dengan tegas.
Kampanye Anti Pelecehan Seksual
Dear Nathan: Thank You Salma menghadirkan sebuah isu baru, kekerasan seksual di lingkungan pendidikan. Nathan dan Salma menghadapi masalah ketika teman baik Nathan, Zanna (Indah Permatasari) mengalami kekerasan seksual.
“Menurut aku itu sangat menarik dan aku seneng banget bisa menjadi pesan dari yang ingin disampaikan itu dan isu pelecehan seksual itu kan sering terjadi apalagi di lingkungan pendidikan. Itu jarang banget diangkat oleh film apalagi film remaja romance diangkatnya tuh sangat realistically tapi juga dibalut dengan romance yang sangat kental,” tutur Amanda.
Proses diskusi dilakukan antara pemain dengan tim sehingga Amanda juga belajar sesuatu yang baru dari proses produksi Dear Nathan. Dia juga baru tahu bahwa kejadian seperti ini sudah banyak berkembang di institusi pendidikan tapi belum ada penanganan secara masif.
“Menurut aku dulu kekerasan seksual itu misalnya diperkosa, aku pikir cuman seperti itu padahal bukan kayak gitu bahkan dalam hubungan, kekerasan seksual itu juga ada makanya aku baru paham sekarang bahwa apapun yang terjadi without consent udah termasuk kekerasan seksual,” katanya.
Amanda pun punya pesan bahwa kekerasan seksual itu bukan salah korban. Selama bukan consent, maka tindakan itu adalah kekerasan seksual.
Selain aktif berakting, Amanda Rawles memulai kuliah Ilmu Komunikasi di Australia di tengah pandemi. Menurutnya, pendidikan merupakan kewajiban karena dia merasa ilmu itu akan berguna untuk kehidupannya, baik sebagai manusia maupun seorang aktris.
“Menurut aku, aku tuh mau kuliah bukan karena oh nanti financially banyak nanti udah tua enggak sih. Kita kayak belajar gimana sih caranya untuk bener-bener berpikir kritis gitu dan itu sangat kepake di pekerjaan aku sekarang,” jawab Amanda.
Apa yang ia pelajari terkadang ia terapkan dalam berkarier yakni ketika membedah skenario sebuah peran. Ia pun belajar melakukan research dan mengembangkan hal itu dalam karakter yang ia mainkan.
Saat ini, Amanda masih menjalani proses perkuliahan secara daring. Sebelumnya, ia sempat pergi ke Australia demi fokus kuliah meski dijalani secara online. “Makanya waktu itu aku sempat ke Australia walaupun online supaya aku benar-benar bisa fokus. Gak kerja dulu tapi fokus sama tugas kuliah cuman biasanya memang aku lagi syuting terpaksa gitu ya,” katanya.
Kini, Amanda Rawles sedang berada di Jakarta untuk syuting dan melakukan promosi. Dia mengungkap rasa antusias karena sudah lama tidak promosi dan bertemu penonton di bioskop.
“Biasanya kan cuma lewat online, film online tapi kali ini beneran dari bioskop. Aku kangen banget lihat review-review para penonton dan antusias mereka,” kata Amanda.
Menutup sesi wawancara, Amanda berharap industri film Indonesia terus bertumbuh dan berwarna. Banyaknya film lokal yang tayang di bioskop bisa menjadi amunisi kembalinya masyarakat mendukung perfilman lokal.