Swedia Akui Tepat Tak Terapkan Karantina Wilayah Meski Angka Kematian Kasus COVID-19 Tinggi

JAKARTA - Perdana Menteri Swedia, Stefan Lofven membela keputusan pemerintahannya untuk tidak melakukan karantina wilayah yang ketat seperti banyak dilakukan negara-negara Eropa. Padahal, lebih dari 5.800 warga Swedia meninggal karena COVID-19.

Angka kematian akibat COVID-19 di Swedia ini jauh lebih tinggi dibanding negara tetangga Norwegia, Denmark, dan Finlandia yang mengambil langkah-langkah yang jauh lebih ketat. Tak heran jika banyak orang mempertanyakan pendekatan pemerintah Swedia.

"Strategi yang kami ambil, saya percaya benar - untuk melindungi individu, membatasi penyebaran infeksi dan seterusnya," kata PM Stefan Lofven dalam wawancara dengan Harian Dagens Nyheter dilansir dari Antara, Sabtu, 22 Agustus.

"Apa yang paling banyak dibahas, dan apa yang kami lakukan secara berbeda di Swedia, adalah bahwa kami tidak menutup sekolah-sekolah. Sekarang ada cukup sedikit orang yang berpikir kami benar," kata Stefan Lofven lagi.

Saat banyak negara menerapkan karantina wilayah ketat, Swedia bergantung terutama pada langkah-langkah sukarela yang berfokus pada jaga jarak sosial, meski kumpul-kumpul publik dibatasi dan panti-panti perawatan - yang mengalami banyak korban meninggal- dikarantina.

Meski Swedia mengalami banyak korban meninggal ketimbang tetangga-tetangganya, negara itu tak seburuk Inggris dan Spanyol, yang mengadopsi langkah penutupan wilayah jauh lebih ketat.

Lebih jauh, sementara banyak bagian Eropa mencatat kasus-kasus baru saat mereka secara bertahap melonggarkan pembatasan pada perjalanan dan interaksi sosial, Swedia mengalami penurunan baik dalam infeksi maupun kematian dalam pekan-pekan terakhir.

Lofven juga mempertahankan keputusan Badan Kesehatan Masyarakat untuk tidak mewajibkan penggunaan masker wajah seperti yang dilakukan banyak negara Eropa, untuk melawan virus itu.

"Apa yang mereka katakan, dan apa yang secara mutlak saya yakini, adalah bahwa mereka tak dapat menjadi alat yang kami gunakan," kata Lofven.

"Apa yang masih penting adalah jaga jarak sosial, pengujian dan pelacakan. Semua itu harus jadi fokus utama kami untuk mengurangi infeksi," ujarnya pula.