Dari Rumah Sekda HSU, KPK Sita Uang dan Dokumen Terkait Kasus Suap
JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang dari penggeledahan di rumah Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Muhammad Taufik.
Duit itu disita karena diduga berkaitan dengan suap pengadaan barang dan jasa yang menjerat Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) nonaktif Abdul Wahid. Duit ditemukan saat penggeledahan dilakukan pada Jumat, 19 November lalu.
"Tim penyidik telah selesai melaksanakan upaya paksa penggeledahan di wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan yaitu tempat kediaman Sekda Kabupaten HSU di Kelurahan Paliwara Kecamatan Amuntai tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Senin, 22 Maret.
Selain uang, KPK juga menemukan sejumlah bukti lainnya seperti dokumen dan alat elektronik. Hanya saja, Ali tidak memerinci lebih lanjut perihal barang tersebut termasuk jumlah uang yang ditemukan.
"Dari lokasi in, ditemukan dan diamankan bukti antara lain berupa sejumlah uang, berbagai dokumen dan alat elektronik yang diduga kuat terkait dengan perkara," ungkapnya.
Setelah penggeledahan dilakukan, nantinya penyidik akan melakukan analisa lanjutan terhadap barang-barang yang dilakukan.
"Analisa lanjutan akan dilakukan oleh Tim Penyidik dan nantinya segera dilakukan penyitaan untuk melengkapi berkas perkara tersangka AW," ujar Ali.
Baca juga:
Diberitakan sebelumnya, KPK telah menetapkan dan menahan Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid sebagai tersangka terkait dugaan suap pengadaan barang dan jasa. Penetapan ini dilakukan setelah komisi antirasuh menetapkan tiga orang tersangka yang terjerat operasi tangkap tangan (OTT) pada 15 September lalu.
Ketiga orang ini adalah Plt Kadis PU Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Maliki; Direktur CV Hanamas, Marhaini; dan Direktur CV Kalpataru, Fachriadi.
Dalam kasus ini, Abdul jadi tersangka karena menerima uang dari Plt Kepala Dinas PUPRP Maliki. Uang tersebut diserahkan sesuai permintaannya karena menunjuk Maliki.
Selain itu, Abdul juga menerima pemberian komitmen fee sebesar 10 persen dari proyek pekerjaan Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara tahun 2021 dengan jumlah Rp500 juta.
Berikutnya, ia juga diduga menerima uang sejumlah Rp4,6 miliar pada 2019; Rp12 miliar pada 2020; dan Rp1,8 miliar pada 2021. Uang tersebut diberikan sebagai komitmen fee dari proyek lain yang telah dikerjakan oleh pihak swasta.