"Diplomasi Vaksin" ala China: Membalikkan Posisi dari Penyebab Pandemi COVID-19 Menjadi Pahlawan
JAKARTA - China telah jadi sorotan tahun ini lantaran jadi sumber dari pandemi yang mengacaukan dunia. Tetapi narasi itu mungkin akan bergeser ketika China kini memosisikan diri sebagai pemimpin global dalam memerangi penyakit ini. China mengatakan akan menawarkan pinjaman dan akses prioritas untuk vaksin yang sedang dikembangkan.
Melansir SCMP, Selasa, 4 Agustus, vaksin yang sedang dikembangkan di China termasuk yang paling terdepan, baik dari segi keamanan maupun keefektifannya untuk melawan pandemi. Para diplomat China mengatakan, jika berhasil, vaksinnya akan tersedia untuk global. Janji itu juga dibuat oleh Presiden Xi Jinping pada pertemuan badan pemerintahan Organisasi Kesehatan Dunia (PBB) pada Mei.
Jaminan datang ketika beberapa vaksin di seluruh dunia telah memasuki ujicoba fase akhir skala besar. Namun, kekurangan pasokan untuk produk yang disetujui cenderung berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun karena kendala manufaktur.
Negara-negara kaya, termasuk Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Jepang membuat kesepakatan dengan pengembang farmasi untuk mengutamakan warga negara mereka sendiri jika vaksin sudah tersedia. "China tidak akan bertindak seperti beberapa negara dan mencari monopoli atau membeli vaksin," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying.
Namun, Pemerintah China belum menjelaskan bagaimana akan bekerja dengan perusahaan lokal --baik milik negara maupun swasta-- untuk memenuhi visinya menyediakan imunisasi secara global. Hal tersebut mengingat China juga harus menyediakan vaksin untuk penduduknya sendiri sebesar 1,4 miliar orang.
Sejauh ini, China bukan bagian dari Covax, mekanisme yang didukung oleh PBB yang bertujuan untuk memastikan distribusi vaksin yang adil ke negara-negara yang berpartisipasi, termasuk yang tidak mampu membeli sendiri. Namun China telah membuat tawaran ke negara-negara berkembang.
Nepal, Afghanistan, Pakistan, dan Filipina negara lainnya adalah negara yang dapat mengambil manfaat dari vaksin buatan China. Menteri Luar Negeri China Wang Yi sempat menawarkan pinjaman 1 miliar dolar AS untuk negara-negara Amerika Latin dan Karibia agar dapat membeli vaksin COVID-19 yang potensial.
Sementara, pada Juni, Presiden China Xi Jinping mengatakan negara-negara Afrika juga akan mendapatkan akses prioritas vaksin "setelah pengembangan dan penyebaran vaksin COVID-19 selesai di China."
Diplomasi vaksin
Membantu negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah mendapatkan akses vaksin bisa menjadi pendorong posisi China di kancah internasional. Hal tersebut disampaikan oleh Yanzhong Huang, rekan senior kesehatan global di Council on Foreign Relations di New York.
"Jika China memainkan 'diplomasi vaksin', ini akan membantu proyek soft power China dan membantu China merevitalisasi implementasi Satu Sabuk, Satu Jalan (One Belt, One Road/OBOR)," katanya, merujuk pada proyek infrastruktur dan perdagangan global andalan China.
Dengan peningkatan kasus COVID-19 baru-baru ini di wilayah barat Xinjiang, China, menyusul kasus lain di Beijing awal musim panas ini, adalah keharusan bagi otoritas China untuk menyediakan vaksin. Namun, China mengklaim tetap bisa mengalokasikan vaksin untuk luar negeri, sambil meluncurkan kampanye vaksinasi di negaranya, kata Huang.
Beberapa produsen besar China berkontribusi pada kampanye vaksinasi yang dijalankan oleh PBB. Pada 2019, vaksin Hepatitis A, polio, dan pneumokokus buatan tiga perusahaan China dibeli oleh UNICEF, yang memainkan peran utama dalam imunisasi anak global.
Baca juga:
Dua perusahaan yang tengah melakukan ujicoba vaksin COVID-19 tahap akhir, Sinovac dan Institut Produk Biologis Beijing, yang berafiliasi dengan Sinopharm, dalam beberapa tahun terakhir menerima status prakualifikasi WHO. Sertifikasi tersebut berarti produk-produknya berkualitas tinggi dan memenuhi syarat untuk pembelian massal untuk program vaksinasi yang berafiliasi dengan WHO.
Perusahaan dengan prakualifikasi dapat dipilih untuk bergerak cepat untuk vaksin COVID-19, jika terbukti berhasil. Tetapi karena permintaan ekstrem yang diharapkan untuk setiap vaksin COVID-19, badan pengatur negara yang berbeda dapat menyetujui vaksin China tanpa campur tangan WHO, membuka lebih banyak pasar untuk produk-produk China.
Namun di sisi lain, industri vaksin China juga diguncang oleh beberapa skandal beberapa tahun terakhir. Hal tersebut termasuk vaksin di bawah standar yang dijual untuk imunisasi anak. Peraturan industri pengetatan vaksin baru diterapkan pada 2019.
"Pasti akan ada kekhawatiran, mengingat sejarah yang telah kita lihat dengan skandal terkait vaksin di China," kata Dewan Hubungan Luar Negeri China. Namun, dalam beberapa tahun terakhir industri secara keseluruhan menjadi lebih kompetitif, katanya.
“China sangat sadar dalam mengembangkan vaksin (COVID-19) bahwa keselamatan sangat penting,” tutupnya.