PLN dan ADB Sepakati Tekan Emisi Karbon di Sektor Kelistrikan Indonesia
JAKARTA - PT PLN (Persero) berkomitmen mengurangi emisi karbon yang dihasilkan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara guna mendukung target pemerintah menuju Carbon Neutral 2060. Upaya ini mendapat dukungan finansial dari lembaga keuangan internasional, yaitu Asian Development Bank (ADB).
Adapun dukungan ini direalisasikan dengan penandatanganan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini dan Director General Southeast Asia Department ADB Ramesh Subramaniam di sela rangkaian COP 26, di Glasgow, Senin, 1 November.
Adapun lingkup kerja sama PLN dan ADB meliputi, studi kelayakan penuh yang mencakup aspek teknis dan finansial dari pengurangan pembangkit listrik tenaga batu bara. Berikutnya adalah, evaluasi struktur ETM, mencari program atau mekanisme lain yang sesuai dan merancang program bantuan teknis transisi yang adil.
Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan, Indonesia memiliki peran penting dalam mengelola perubahan iklim. Pasalnya, dalam skenario business as usual (BAU) atau tidak melakukan apa-apa, emisi Indonesia akan meningkat di atas 4 miliar ton CO2 per tahun pada 2060. Di mana dua sektor penyumbang emisi tersebut adalah sektor transportasi dan kelistrikan.
Pada 2060, kata Zulkifli, emisi sektor listrik bisa mencapai 0,92 miliar ton CO2 per tahun, dan emisi sektor transportasi bisa mencapai 0,86 miliar ton CO2 per tahun. Indonesia telah berkomitmen dalam menekan emisi karbon, dengan menetapkan target netralitas karbon pada 2060 dan mewujudkan komitmen Nationally Determined Contribution (NDC) pada tahun 2030.
Target tersebut akan tercapai jika sektor kelistrikan dan transportasi melakukan dekarbonisasi, PLN pun memiliki peran penting dalam menggerakkan pertumbuhan energi ramah lingkungan.
"Misi kami adalah menyediakan listrik yang terjangkau, aman dan bersih. Kami berkomitmen untuk dekarbonisasi," ujar Zulkifli.
Zulkifli melanjutkan, pada saat yang sama PLN harus memastikan pasokan listrik yang terjangkau dan aman. Pasalnya, Indonesia adalah negara dengan pertumbuhan ekonomi dan konsumsi listrik per orang saat ini hanya 15 persen dari rata-rata negara G20.
Sebagai perusahaan utilitas energi terbesar di Indonesia, PLN bercita-cita untuk memimpin transisi energi dan berkontribusi pada komitmen pemerintah untuk pembangunan rendah karbon dan menahan perubahan iklim. Karena itu, PLN telah membuat rencana pengembangan energi ramah lingkungan, dengan menambah kapasitas pasokan listrik hampir 21 Gigawatt (GW) berasal dari energi baru terbarukan (EBT) pada 2030.
Sejalan dengan rencana tersebut, PLN akan menghentikan pembangkit listrik berbasis bahan bakar fosil dengan perencanaan yang matang dan komprehensif. Dalam jangka panjang, Zulkifli mengatakan PLN menargetkan emisi nol bersih pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Menurut Zulkifli, untuk mencapai target tersebut PLN tidak bisa melakukannya sendirian, dibutuhkan dukungan dari semua pemangku kepentingan. Sebab PLN harus menginvestasikan lebih dari 500 miliar dolar selama 40 tahun ke depan, sehingga membutuhkan akses ke pembiayaan hijau, hibah pembangunan, dan dukungan G2G.
"Kami membutuhkan subsidi atau kompensasi untuk menghindari membebankan biaya tambahan kepada pelanggan. Kami juga membutuhkan dukungan dalam berbagi teknologi dan kemitraan dengan para pemimpin dalam pemanfaatan hidrogen dan penangkapan karbon. Serta dukungan kebijakan untuk mempercepat peralihan kendaraan listrik," ucapnya.
Wakil Menteri I BUMN Pahala Mansury menilai PLN sebagai salah satu BUMN yang sangat aktif dalam program dekarbonisasi. Sudah banyak langkah agresif yang dilakukan PLN dalam mencapai net zero emission. Kerja sama dengan ADB, kata Pahala, menjadi amunisi tambahan PLN untuk bisa mempercepat target tersebut.
"Kami sangat optimistis target dekarbonisasi bisa tercapai dengan adanya kerjasama yang baik antara PLN dan ADB. Ini merupakan langkah yang agresif dalam PLN mencapai net zero emission," ujar Pahala.
Baca juga:
Pada kesempatan yang sama, ADB Vice President Ahmed Saeed mengatakan, ADB sudah bekerjasama dengan Indonesia lebih dari 50 tahun. Kerja sama dengan PLN kali ini kata dia merupakan kesempatan baik untuk bisa bersama sama mencapai transisi energi menuju energi bersih.
"Kesempatan ini sangat baik bagi kami dan PLN dalam mendukung Indonesia menuju transisi energi dari energi yang tinggi karbon menjadi energi bersih," katanya.
Saeed juga mengatakan Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara yang menjadi mitra ADB dalam pilot project Energy Transition Mechanism (ETM). Program ini merupakan program dukungan ADB dalam pengurangan karbon yang bertujuan untuk menggunakan pembiayaan publik-swasta untuk mempercepat pensiunnya pembangkit listrik tenaga batu bara dan menggantinya dengan yang bersih dan terbarukan sumber energi.
"ADB baru-baru ini menyelesaikan studi pra-kelayakan ETM dan sekarang mengerjakan studi kelayakan penuh," ujar Saeed.
Director General Southeast Asia Department ADB Ramesh Subramaniam juga mengungkapkan kerja sama ini akan berlaku tiga tahun dan bisa ditindak lanjuti kemudian. Ke depan, kedua belah pihak akan membahas lebih spesifik terkait rencana PLN dalam mengurangi porsi PLTU dan beralih ke energi bersih.
"Tentu harapannya, pada COP berikutnya kami dan PLN mampu mempresentasikan kemajuan dari kerja sama ini. Harapannya, Indonesia akan lebih baik lagi dalam porsi energi bersih dan kami sangat senang bekerja sama dengan PLN dalam proyek energi bersih ini," ujar Ramesh Subramaniam.
Setelah penandatanganan MoU ini, PLN dan ADB akan mengembangkan program kerja sama tahunan. Pada tahun 2022 dan seterusnya, PLN dan ADB bakal merancang peta jalan dalam rangka menghentikan penggunaan batu bara guna mencapai netralitas karbon pada tahun 2060 atau lebih cepat.