Bagikan:

JAKARTA - Kantor Staf Presiden menyatakan capaian Indonesia, melalui Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (BPHN Kemenkumham), di Open Government Partnership (OGP) Awards 2023, Tallin, Estonia, merupakan bukti kehadiran negara di semua lapisan.

Pada ajang penghargaan yang dihelat Rabu (6/9) di Estonia itu, BPHN Kemenkumham melalui program Perluasan Bantuan Hukum bagi Individu dan Kelompok Rentan di Indonesia meraih penghargaan pertama OGP Awards 2023 setelah menyisihkan delapan program nominasi dari negara regional Asia Pasifik lainnya.

"Capaian ini adalah kerja bersama seluruh pihak, baik pemerintah maupun masyarakat sipil. Ini adalah bukti negara hadir untuk semua lapisan masyarakat, khususnya dengan kategori rentan, apabila tersangkut kasus hukum," kata Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani dalam keterangan tertulis di Jakarta dilansir dari ANTARA Sabtu, 9 September.

Jaleswari mengatakan bahwa hal ini menjadi penegasan dari pemerintah Indonesia dalam mendorong transparansi dan keterbukaan serta keberpihakan pada kelompok masyarakat kecil dan rentan yang memerlukan pendampingan hukum.

Ia menyampaikan sejak 2016 sampai dengan 2022, sudah lebih dari 94.000 jiwa penduduk rentan diberikan pendampingan hukum dengan melibatkan 619 organisasi bantuan hukum (OBH).

Menurut dia, program ini memperkuat relevansinya dengan menjadi salah satu aksi Open Government Indonesia (OGI) yang ditujukan untuk terus mendorong terjadinya partisipasi penuh dan ko-kreasi aktor non-negara dalam menghadirkan manfaat bantuan hukum yang lebih luas bagi kelompok rentan.

Untuk memperkuat program tersebut, Jaleswari menuturkan bahwa pemerintah perlu meningkatkan komitmen penganggaran serta kebijakan penguatan mekanisme pelibatan OBH dalam penyelenggaraan program pendampingan hukum bagi masyarakat.

"Program bantuan hukum ini akan terus didukung agar tersalurkan lebih luas dan merangkul kelompok rentan yang kesulitan mendapat akses keadilan," ujarnya.

Selain program pendampingan hukum bagi masyarakat rentan, Jaleswari menjelaskan bahwa saat ini Pemerintah melalui Kemenkumham dan lembaga penegak hukum juga terus melakukan perubahan paradigma pemidanaan dengan menerapkan mekanisme keadilan restoratif.

Penyelesaian hukum dalam mekanisme ini, kata dia, berfokus pada pelibatan seluruh pihak, baik pelaku, korban, keluarga, maupun pihak terkait.

Hal itu untuk menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang adil dan seimbang bagi pihak korban maupun pelaku yang mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan mengembalikan pola hubungan baik dalam masyarakat.

"Mekanisme keadilan restoratif merupakan alternatif penyelesaian perkara untuk tindak pidana tertentu yang tidak termasuk tindak pidana berat." ujar Jaleswari.

Hingga Juni 2023 terdapat 2.997 perkara yang dihentikan berasaskan keadilan restoratif dengan syarat dan tata kelola yang ketat dan akuntabel.