JAKARTA - Cerita keberagaman yang ditunjukkan Ayu Masnathasari, lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Sulawesi Selatan, viral di media sosial. Ayu sudah 5 tahun 8 bulan mengenakan hijab saat berkuliah.

Perempuan kelahiran Kabupaten Takalar, Sulsel ini punya kampung halaman di Tabanan, Bali. Orangtuanya merantau ke Takalar dan ayahnya menjadi guru olahraga SMP. 

Dekan Fakultas Teknologi Industri UMI, Zakir Sabara HW, mewawancarai Ayu usai Yudisium dan Pengucapan Janji Sarjana Kedokteran pada Kamis, 17 September. Video wawancara Zakir dengan Ayu ini yang kemudian viral.

“Saya juga baru tahu anak kedokteran Ayu ini. Dia setiap kuliah berhijab,” kata Zakir dihubungi VOI, Jumat, 18 September. 

Saat program pencerahan kalbu, Ayu diziinkan menginap sebulan penuh di Pura. Sedangkan yang lain mengikuti program ini di pesantren Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep).

“Kalau Ayu saat pembukaan di pesantren ikut setelah itu dia di Pura,” sambungnya.

Zakir menegaskan kampus UMI sangat menghargai keberagaman. Ada sejumlah mahasiswa nonmuslim yang berkuliah di UMI Makassar. 

“Kami dari dulu di UMI secara keseluruhan sangat menghargai. Contohnya di Fakultas TI setiap tahun ada nonmuslim. Kalau di Fakultas Kedokteran ada Ayu,” tuturnya.

Dia mengaku salut dengan kegigihan Ayu berkuliah. Dalam waktu 5 tahun 8 bulan, Ayu sudah menjadi dokter. “Sangat cepat karena tahapannya juga harus koas.  Ini sangat cepat,” katanya. 

Sementara itu dalam video wawancara Zakir, Ayu mengaku awalnya tidak mudah beradaptasi. Ayu kerap was-was karena harus menghadapi tantangan baru saat berkuliah.

“Terbiasa saja (memakai hijab). Orientasi dapat dispensasi ke Pura sendiri, selama sebulan di Pura. Ke depannya tidak ada masalah untuk saling memahami walau kita berbeda tapi ada celah untuk bersama,” tutur Ayu.

Sementara Zakir menegaskan UMI selalu memberi ruang dalam keberagaman mahasiswanya. Bagi Zakir, Ayu menjadi contoh nyata saling menghargai antar-sesama. 

“Kasih sayang terhadap sesama perlu kita rawat,” katanya. 


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)