JAKARTA — Istilah Kamikaze adalah sebuah taktik penyerangan lewat pesawat udara yang mengangkut bom berdaya ledak tinggi. Dengan mengorbankan nyawa sesosok manusia yang rela mati bersamaan pesawat tersebut ditabrakan ke target sasaran. 

Para pilot dipersiapkan matang secara one way ticket, artinya hanya ada satu-satunya jalan pulang menuju kematian sebagai pilot Kamikaze, dan tak ada lagi jalan pulang ke kampung halaman mereka di Jepang.

Serangan Kamikaze menjadi krusial bagi pihak Jepang yang saat itu sangat kewalahan menghadapi kedigdayaan pihak Amerika Serikat dengan perlengkapan yang modern dan canggih. Lebih penting lagi, serangan Kamikaze jauh lebih akurat ketimbang pengeboman yang memungkinkan serdadu Angkata Udara Jepang menargetkan titik-titik lemah kapal Amerika.

Taktik yang dilakukan oleh para serdadu negeri matahari terbit ini menjadi jalan satu-satunya bagi Jepang untuk menggembosi dan melumpuhkan kapal-kapal induk tentara Amerika Serikat di kawasan laut Pasifik. Belum lagi bagaimana ketatnya penjagaan pesawat-pesawat tempur yang melindungi kapal induk mereka disertai fasilitas canggih dengan senjata anti-udara terdapat di kapal induk.

Namun apa yang terjadi bila eksekusi para pilot Kamikaze itu gagal? entah terkendala faktor teknis ataupun rasa takut menghantui mendominasi hingga mengurungkan niat ber-Kamikaze?

Pilot Kamikaze adalah mereka yang memiliki kehormatan tinggi (sumber History of Yesterday)

Melayani Sang Kaisar

Sejak turun temurun sebuah nilai kehormatan adalah hal yang sangat sakral bagi rakyat Jepang. Mereka yang telah sukses sebagai pilot Kamikaze namanya dikenang sebagai sosok yang nasionalis dan terpandang bagi kalangan rakyat Jepang. Bahwa mereka adalah prajurit yang penuh kehormatan disertai rasa ketidakegoisan. Efek psikis dari pilot-pilot Kamikaze sangat berpengaruh pada keberanian para serdadu Jepang di sektor penyerangan.

Menjadi pilot Kamikaze di mata masyarakat Jepang adalah pertunjukkan kesetiaan pada level tertinggi terhadap kaisar. Para pilot menerima jatah yang lebih baik selama pelatihan sebelum keberangkatan ‘menuju kematian’. Rasa nasionalis yang memicu keberanian mereka untuk menyerahkan hidup bersamaan bom yang meledak nanti, menjadikan rasa takut akan kegagalan justru menjadi momok yang tak diinginkan oleh para pilot.

Rasa hormat dan rasa malu

Dilansir dari History of Yesterday Bagi para pilot Kamikaze yang terpaksa pulang ke kampung halaman mereka di Jepang, terbagi menjadi dua kategori: mereka yang gagal akibat kesalahan teknis-mekanis pada proses penyerangan, dan yang kedua adalah mereka yang dihinggapi rasa takut berlebih dengan memutuskan tak menjalankan Kamikaze.

Hukuman terhadap mereka yang gagal ber-Kamikaze akibat faktor psikologis, atau sama sekali tak dapat membuktikan adanya kegagalan teknis-mekanis saat itu tak langsung dieksekusi dan menerima sanksi hukuman fisik atau mental dari petinggi militer Jepang. Namun hukuman ini tak terlalu berat karena para pilot tersebut masih harus menjalani misi yang sama di hari esok nanti berikutnya.

Eksekusi terberat disertai pandangan sebagai seorang pengecut akan terjadi apabila pada saat ke-9 kalinya misi Kamikaze gagal dan sang pilot kembali pulang dalam keadaan bernyawa.

Salah satu cara untuk mengatasi faktor mental yang berakibat gagalnya para pilot Kamikaze menyelesaikan tugas mereka adalah dengan memberi ‘cairan keberanian’ yang diracik khusus oleh para petinggi militer Jepang yang dibantu ahli kimia. Cara itu menjadi cara terakhir diluar cara normal pada umumnya seperti menyertakan para pilot Kamikaze untuk dipaksa terbang bersama dalam kesatuan skuadron, yang dimana adalah teman-teman yang saling mengenal.

Ada satu kutipan yang menjadi acuan para pilot Kamikaze yang dilansir dari Kamikaze pilot manual:

Ketika kamu membuang pemikiran tentang hidup dan mati, maka kamu akan mengabaikan sepenuhnya kehidupan duniawi. Sehingga akan memungkinkan kamu untuk mempusatkan perhatian dengan tekad tak tergoyahkan untuk membasmi musuh, sementara itu hal tersebut akan memperkuat keunggulanmu dalam keterampilan terbang.

Dua sisi sikap Jepang saat perang

Sudah lumrah ketika berbicara pengorbanan, selalu disertai nilai kehormatan yang berujung pada sikap patriotisme-nasionalisme kala negara tersebut dilanda perang. Jepang menaruh rasa hormat sebagai mereka yang telah berkorban lewat Kamikaze. Kehormatan adalah sakral bagi tradisi mereka. Mulai dari pesawat bom bunuh diri ala Kamikaze hingga tank bom bunuh diri bagi kalangan infanteri di darat, adalah hal yang bisa dibenarkan kapanpun oleh pihak Jepang saat peperangan.

Jepang akan melakukan hal apapun demi memenangkan peperangan lewat cara apapun. Hal ini tergambar lewat aksi unit 731 dan kekejaman yang dilakukan di daratan Cina demi upaya memenangkan para populasi pemberontak. Jepang memiliki kisah uniknya sendiri bila berbicara dunia peperangan, dimana rasa nasionalisme dan kehormatan mereka menjadi hal terpenting dengan rela mengisolasi diri mereka dari pengaruh invasi negara-negara luar. Terutama berbicara kultur dan budaya Jepang itu sendiri.


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)