JAKARTA - Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selalu menggunakan istilah ‘turun gunung’ dalam setiap upaya mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi di Partai Demokrat. Istilah merujuk dari posisi SBY yang bukan lagi sebagai ketua umum partai.
Tercatat, sudah dua kali Ketua Majelis Tinggin Partai Demokrat itu mengungkapkan istilah turun gunung di hadapan kader dan simpatisan partai berlambang bintang segi tiga.
Pertama ketika Partai Demokrat di bawah kepemimpinan putra bungsunya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengalami konflik internal pada Februari 2021. Berawal dari pernyataan AHY yang secara terang-terangan menyebut Partai Demokrat akan dikudeta oleh sejumlah oknum yang ingin menyelenggarakan kongres luar biasa.
Tak hanya sejumlah kader Demokrat, gerakan itu, kata AHY, juga melibatkan pejabat penting pemerintahan, yang secara fungsional berada di dalam lingkar kekuasaan terdekat dengan Presiden Jokowi.
Sebagai pendiri Partai Demokrat sekaligus sebagai ayah, Susilo Bambang Yudhoyono langsung turun tangan membantu AHY mengatasi konflik yang disebutnya sebagai Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat (GKP-PD).
"Kali ini menghadapi GKP-PD sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai, saya harus turun gunung dengan rasa tanggung jawab dan kecintaan kepada Partai Demokrat. Meski sejak Kongres Demokrat tahun 2020 yang lalu saya tidak aktif dalam kegiatan sehari-hari partai dan meski masa saya sudah lewat, saya harus berjuang bersama saudara semua," ucap SBY.
Susilo Bambang Yudhoyono mengucapkan itu dalam video berdurasi 40 menit yang disiarkannya untuk para kader tingkat pusat hingga ranting pada 24 Februari 2022
"Bagi orang luar yang punya ambisi untuk merebut dan membeli Partai Demokrat, saya katakan dengan tegas dan jelas, Partai Demokrat not for sale, partai kami bukan untuk diperjualbelikan," kata SBY.
Ternyata, isu itu benar terjadi. Sejumlah kader Partai Demokrat menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang. Tak hanya mengubah AD/ART partai, KLB juga memilih ketua umum baru yang bukan dari kader partai pada 5 Maret 2021.
Konflik semakin memanjang. Penolakan Kemenkumham terhadap hasil KLB Deli Serdang terus berlanjut ke pengadilan tinggi hingga Mahkamah Agung. Keputusan MA tidak berubah. AHY tetap diakui sebagai pimpinan Partai Demokrat yang sah.
“Jika kudeta di Demokrat terjadi, kehidupan bernegara pun tak ubahnya seperti di hutan rimba. Yang kuat akan menang dan yang lemah akan kalah, sedangkan salah-benar menjadi persoalan nomor dua,” kata SBY.
Ganjal Demokrat pada Pemilu 2024
Pernyataan turun gunung kedua disampaikan Susilo Bambang Yudhoyono ketika mengungkapkan dugaan terjadinya Pemilu yang tidak jujur dan adil. Pemilu 2024 akan digiring ke pemilihan dua pasang Capres dan Cawapres saja.
Sehingga, Partai Demokrat sebagai oposisi memiliki kemungkinan kecil mengajukan Capres dan Cawapresnya yang tentunya bersama koalisi partai.
“Para kader mengapa saya harus turun gunung menghadapi Pemilu 2024 mendatang. Saya mendengar, mengetahui bahwa ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil. Konon akan diatur dalam pemilihan presiden nanti yang hanya diinginkan oleh mereka dua pasangan Capres dan Cawapres saja. Yang dikehendaki oleh mereka,” kata SBY.
“Informasinya Demokrat sebagai oposisi jangan harap bisa mengajukan Capres-Cawapresnya sendiri bersama koalisi tentunya. Jahat bukan, menginjak-injak hak rakyat bukan? Pikiran seperti itu batil,” SBY mengungkapkan.
SBY pun mengklaim selama dua periode kepemimpinannya, Partai Demokrat tidak pernah melakukan itu. Bagaimanapun Pemilu adalah hak rakyat, hak untuk memilih dan hak untuk dipilih.
“Ingat selama 10 tahun dulu, kita di pemerintahan, dua kali menyelenggarakan Pemilu, Demokrat tidak pernah melakukan kebatilan seperti itu,” tambah SBY.
Pidato SBY itu disampaikan ketika Rapimnas Partai Demokrat di JCC, Senayan, Jakarta, Jumat (16/9).
Namun, benar atau tidaknya pernyataan SBY belum terbukti. Sebagai mantan militer, politisi, dan Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono tentu mudah mencari informasi terkait perkembangan terkini dalam dunia politik di Indonesia.
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komaruddin pun mengakui memang ada penggiringan ke arah dua Capres dan Cawapres saja pada Pemilu 2024. Itu wajar dalam pertarungan politik.
“Kalau saya sebagai akademisi tentu ingin tiga atau empat paslon untuk menghilangkan polarisasi. Juga, agar memberikan banyak pilihan. Masa 270 juta calonnya cuma dua, masa gak ada yang hebat lagi,” kata Ujang kepada VOI, Sabtu (17/9).
Yang pasti, Ujang menilai strategi berpolitik SBY saat ini sudah mengikuti zaman berhasil membaur dengan cara-cara baru.
Susilo Bambang Yudhoyono tentunya menyadarinya posisinya sebagai oposisi, itu sebabnya harus ada strategi tepat untuk menyesuaikan kondisi sambil menganalisis guna mengambil peran pada momen selanjutnya.
“Ya, kita pahamlah namanya juga partai oposisi pasti dikerjai, pasti disikat, pasti dihajar. Ujung-ujungnya soal kudeta itu. Ya, itulah yang harus dihadapi oleh pihak yang berada di luar pemerintah. Tapi kan sudah selesai, tinggal bagaimana Demokrat menghadapi Pemilu 2024 nanti,” lanjut Ujang.
“Mampukah SBY membentuk poros baru hingga tidak hanya dua pasang saja,” Ujang menandaskan.
另请阅读:
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)